24.4 C
Samarinda
Tuesday, December 5, 2023

Rumah Bekesah, Wadah Berbagi untuk Terapi Kesehatan Mental di Samarinda

HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA–Dalam hidup ini, manusia pasti membutuhkan kehadiran orang lain. Misalnya, saat seseorang butuh teman untuk bercerita dan berbagi keluh kesah. Namun, banyak yang enggan bercerita karena takut akan dihakimi dan tidak didengarkan.

Masyarakat dengan gangguan mental kerap mendapatkan stigma dan diskriminasi di lingkungan sosial kita. Kerap kita lihat orang dengan gangguan mental sering dihakimi entah di sosial media atau di kehidupan nyata. Alhasil, banyak dari orang – orang ini yang memilih untuk diam. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang memilih untuk melakukan bunuh diri karena merasa tidak kuat dengan beban hidupnya.

Untuk mengatasi hal itu, Rumah Bekesah hadir untuk menjadi “wadah” bercerita bagi orang yang membutuhkan di Samarinda, Kalimantan Timur. Berdiri 5 tahun lalu Rumah Bekesah Bertujuan untuk menampung kisah, para penyandang kesehatan mental yang hadir paling tidak dapat bercerita dengan merasa aman tanpa harus dihakimi.

Yunisa Wahyuni, Co Founder Rumah Bekesah mengatakan bahwa di Samarinda sendiri angka kesehatan mental orang dengan gangguan kejiwaan itu terus naik terutama di Kalimantan timur. Sedangkan, kesadaran masyarakat tentang hal ini juga masih terbilang rendah.

“Awareness masyrakat kita terhadap kesehatan mental itu juga masih rendah, kan ini penyakit yang gak keliatan ya, orang liat dari luar kita sehat tapi di dalam yang fragile,” katanya pada Minggu 19 November 2023 di Zoom Hotel Jl. Pelabuhan Kecamatan Samarinda Kota, Kota Samarinda.

Yunisa juga mejelaskan tentang metode duduk melingkar sebagai terapi  yang digunakan Rumah Bekesah. Ini bertujuan agar para partisipan mampu mengenali dan mendengarkan orang lain yang berada di setiap sisi mereka. Lingkaran yang tadinya saling berdiam diri, tak kala satu per satu mulai berbicara satu sama lain.

“Jadi kita mendengarkan sisi cerita dari mereka,” lanjutnya.

Menurutnya, orang yang memiliki gangguan mental agar jangan pernah takut dalam berbagi cerita kepada Psikolog atau sesama partisipan di Rumah Bekesah karena komunikasi dilakukan sangat terbuka dan menerima semua orang dari latar belakang apapun.

“Kebanyakan orang-orang yang bercerita ke kami itu malu untuk ke psikolog, lalu beranggapan cerita mereka tuh remeh-temeh. padahal mereka depresi sebegitunya, tapi dibilangin kurang iman, mending kamu salat daripada ke psikolog, gitu,” ucapnya.

Dalam kegiatan tersebut, juga menghadirkan komunitas Teman Tuli. Yunisa juga berharap aktivitas yang dilakukan Rumah Bekesah dapat diikuti oleh kelompok sosial lainnya di Samarinda yang memiliki kesadaran yang sama akan nasib orang dengan gangguan mental serta menghilangkan diskriminasi dan stigma yang melekat.

“Positifnya orang lebih aware sekarang, kayak gangguan jiwa, ya, ke psikolog. Balik lagi satunya lagi, hal negatifnya, ya, masih ada stigma, malah kayak tetap menjadi aib, gitu loh. Karena gak semua orang belum paham tentang kesehatan mental itu tadi,” tutupnya. (Misfan)

Komentar
- Advertisement -

LIHAT JUGA

TERBARU

- Advertisement -