HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Kepala Biro Kesra Setdaprov Kaltim Andi Muhammad Ishak mengungkapkan, Kalimantan Timur menjadi provinsi tertinggi ke 5 nasional kasus penyakit malaria dan termasuk daerah endemis tinggi.
“Secara nasional, Kaltim termasuk daerah endemis tinggi, karena ada satu kabupaten yang masih berstatus merah kasus Malaria. Makanya kita mendorong supaya di tahun 2023 ini bisa menurun statusnya menjadi endemis rendah, kalau bisa kuning ke hijau,” ujarnya, ditemui awak media usai membuka Rakor Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Malaria di Kaltim, yang dilaksanakan di ruang Tepian 1 Kantor Gubernur Kaltim, Senin 4 Juli 2022.
Dia menyebut, Papua menjadi daerah tertinggi kasus penyakit Malaria secara nasional dengan menyumbang sekitar 90 persen kasus.
Sedangkan di Kaltim, kata Andi Muhammad Ishak, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) masih menjadi daerah endemis tinggi kasus Malaria. Padahal kabupaten tersebut masuk dalam wilayah utama Ibukota Nusantara.
“Yang masih endemis tinggi itu PPU, kebetulan itu adalah wilayah IKN. Makanya kita punya kepentingan untuk mendorong dan menyukseskan wilayah IKN dari malaria,” katanya.
Namun begitu, 3 kabupaten/kota yang berada di sekitar wilayah IKN, yakni Kutai Kartanegara, Paser dan sebagian Balikpapan juga harus melakukan antisipasi terhadap penularan kasus Malaria. Sementara itu, 3 kota di Kaltim, yakni Samarinda, Bontang dan Balikpapan sudah melakukan eliminasi.
“Kabupaten yang lain belum, tapi ini memang potensial untuk diwujudkan eliminasi itu di Mahakam Ulu. Untuk itu kami harapkan bisa dibuatkan kesepakatan untuk bisa mempercepat, paling tidak di akhir tahun atau awal tahun depan Mahulu juga masuk sebagai kabupaten yang sudah dinyatakan eliminasi,” katanya.
Kendati sudah dinyatakan eliminasi, namun Andi Muhammad Ishak tetap mengingatkan kepada pemerintah kabupaten/kota di Kaltim untuk selalu waspada. Karena dengan eliminasi tersebut bukan berarti daerah tersebut bebas dari kasus malaria.
“Eliminasi bukan artinya tidak ada kasus, ada kasus tapi bukan dari penularan kasus setempat. Mungkin saja kasus impor, yaitu datangnya dari luar daerah. Intinya daerah yang dinyatakan eliminasi adalah daerah yang dinyatakan tidak ada kasus di daerahnya selama 3 tahun,” imbuhnya. (Ngh/adv/diskominfo)