HEADLINEKALTIM.CO – Penggunaan ganja dalam jangka panjang kini menghadirkan ancaman baru yang mengkhawatirkan bagi kesehatan, yaitu Sindrom Hiperemesis Kanabinoid (CHS). Kondisi langka namun menyakitkan ini dilaporkan semakin sering ditemukan, terutama pada pengguna ganja berat. Pasien yang menderita sindrom ini kerap dibawa ke ruang gawat darurat dengan gejala nyeri perut hebat, muntah parah, hingga komplikasi kesehatan yang serius seperti dehidrasi dan gagal ginjal.
CHS pertama kali diidentifikasi sebagai kondisi gastrointestinal akut yang ditandai dengan serangan mual, nyeri perut, dan muntah yang luar biasa. Salah satu gejala paling mencolok dari CHS adalah fenomena yang dikenal sebagai scromiting — kombinasi dari screaming (berteriak) dan vomiting (muntah). Pasien sering kali mandi air panas secara kompulsif untuk meredakan gejala, tetapi ini tidak memberikan solusi jangka panjang.
Efek muntah yang berulang dan parah dapat merusak kesehatan pasien secara keseluruhan. Erosi email gigi akibat paparan asam lambung berulang bahkan dapat menyebabkan kehilangan gigi. Selain itu, pasien juga rentan terhadap kadar garam darah esensial yang rendah, termasuk klorida, kalium, dan natrium, yang semakin memperburuk kondisi tubuh.
CHS dapat menimbulkan komplikasi serius, termasuk dehidrasi, cedera ginjal akut, irama jantung yang tidak normal, hingga risiko gagal ginjal. Dalam beberapa kasus, komplikasi ini bahkan dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan tepat.
Pasien yang mengalami sindrom ini umumnya memiliki riwayat penggunaan ganja lebih dari empat hari per minggu selama lebih dari satu tahun. Mereka biasanya melaporkan setidaknya tiga episode gejala per tahun, dengan masing-masing episode berlangsung lebih dari seminggu.
Salah satu aspek membingungkan dari CHS adalah kontradiksi efek ganja itu sendiri. Ganja sering digunakan untuk mengatasi mual dan muntah, misalnya pada pasien kemoterapi. Namun, dalam kasus CHS, penggunaan ganja justru memicu gejala ini. Para peneliti percaya bahwa ini disebabkan oleh perubahan cara reseptor otak dan sistem pencernaan merespons zat aktif ganja, seperti delta-9-tetrahydrocannabinol (THC).
Menurut data terbaru, CHS diperkirakan memengaruhi sekitar 2,75 juta orang di Amerika Serikat setiap tahunnya. Insiden CHS dilaporkan meningkat dua kali lipat dari tahun 2017 hingga 2021, seiring dengan meningkatnya legalisasi ganja rekreasional dan konsentrasi THC yang lebih tinggi dalam produk ganja.
Gangguan ini paling sering terjadi pada pria muda berusia 16 hingga 34 tahun, kelompok usia yang paling sering terpapar produk ganja berkekuatan tinggi.
Langkah pertama dalam menangani CHS adalah menghentikan penggunaan ganja sepenuhnya. Meskipun gejala dapat bertahan selama beberapa minggu setelah penghentian, mayoritas pasien akan mengalami pemulihan bertahap.
Di unit gawat darurat, pasien biasanya diberikan cairan infus untuk mengatasi dehidrasi serta obat untuk meredakan nyeri dan muntah. Dalam beberapa kasus, obat antipsikotik atau antikecemasan jangka pendek juga dapat digunakan untuk membantu proses pemulihan.
Artikel Asli baca di Antaranews.com
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim