Koalisi Akademisi dan Masyarakat Sipil Tolak Pengusiran Warga Pemaluan dengan Dalih Pembangunan IKN

4 minutes reading
Wednesday, 13 Mar 2024 17:33 81 huldi amal

HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA– Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur menyatakan penolakan terhadap kebijakan Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) yang mengancam dan merampas lahan serta mengusir warga Pemaluan, Penajam Paser Utara (PPU) dengan dalih pembangunan IKN.

Diketahui, Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara telah mengeluarkan Surat Nomor : 179/DPP/OIKN/III/2024, pada Tanggal 4 Maret 2024. Surat edaran tersebut merupakan arahan atas adanya kesimpulan Pelanggaran Pembangunan yang Tidak Berizin dan atau Tidak Sesuai dengan Tata Ruang IKN serta arahan tindak lanjut.

Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita Ibu Kota Nusantara, juga mengeluarkan “Surat Teguran Pertama” No. 019/ST I-Trantib-DPP/OIKN/III/2024, dalam jangka waktu 7 hari warga agar segera membongkar bangunan miliknya karena tidak sesuai dengan ketentuan Tata Ruang IKN dan peraturan perundang-undangan.

Dinamisator Jaringan Advokasi Anti Tambang (JATAM) Kaltim, Mareta Sari mengatakan, adanya ancaman Badan Otorita IKN yang secara tiba-tiba hendak mengusir warga Pemaluan dengan dalih pembangunan Ibukota adalah tindakan abusive.

Perempuan yang kerap disapa Eta menyebut, kebijakan ini  memperlihatkan wajah asli kekuasaan. “Begitulah watak asli sebenarnya, gemar menggusur dan mengambil alih tanah rakyat atas nama pembangunan,” ungkap Eta dalam keterangan pers yang diterima media ini, Rabu 13 Maret 2024.

Menurut Eta,  gaya rezim otoritarian orde baru yang represif dan menghalalkan segala cara kerap dipraktikkan selama Pemerintahan Joko Widodo. “Ini adalah bentuk intimidasi yang menyebar teror dan ketakutan kepada warga. Sama persis yang dilakukan terhadap Wadas, Rempang, Poco Leok, Air Bangis, dan lainnya. upaya pembongkaran Paksa dan paksaan terhadap masyarakat adat dan masyarakat lokal untuk meninggalkan tanah leluhur yang menjadi ruang hidup mereka,” urainya.

Herdiansyah Hamzah, perwakilan dari KIKA Kaltim menyebut kebijakan itu bentuk pelanggaran hak masyarakat lokal dan masyarakat adat atas hak hidup, hak atas ruang hidup, hak perlindungan atas kepemilikan atas tanah dan hak atas pemukiman warga.

“Pemaksaan pembongkaran bangunan dengan dalih tidak berizin terhadap tanah-tanah masyarakat yang telah dikuasai warga, jauh sebelum rencana pembangunan IKN,” ucap Herdiansyah.

Menurutnya, cara-cara tersebut seolah menghadirkan lagi gaya penjajahan Belanda dalam menguasai tanah-tanah rakyat bangsa Indonesia melalui politik “Domein Verklaring” yang terkenal dengan “Barangsiapa yang tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan atas tanah maka tanah menjadi tanah pemerintah.”

“Politik penjajah ini diberlakukan sebagai dalih untuk merampas tanah-tanah rakyat. Ketentuan Domein Verklaring telah dihapuskan melalui Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Negara bukan sebagai pemilik tanah, namun mengemban tugas mengatur peruntukan sumber daya alam yang ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” tegasnya.

Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2022 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara, yang dijadikan dasar Pembongkaran paksa bangunan masyarakat lokal dan masyarakat adat, merupakan produk hukum yang dibuat tanpa melibatkan masyarakat sebagai pemilik sah wilayah.

Hal ini merupakan pelanggaran terhadap pasal 65 UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yang mengamanahkan untuk melibatkan masyarakat dalam penataan ruang, yang meliputi perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Tidak ada pelibatan masyarakat lokal dan masyarakat adat, kata dia, menyebabkan tata ruang tidak menjadi alat mensejahterakan masyarakat. Namun, justru menjadi ancaman hilangnya hak-hak masyarakat.

“Pemerintah lupa, jika negara pada hakekatnya wajib bertindak atas nama kepentingan rakyat, bukan kepentingan para pemodal, apalagi sekedar obsesi pemindahan IKN,” pungkasnya

Oleh karena itu, Koalisi Akademisi dan Masyarakat Sipil menyatakan sikap:

  1. Menolak upaya-upaya penggusuran paksa masyarakat lokal dan masyarakat adat dari tanahnya dengan dalih apapun;
  2. Masyarakat Lokal dan Masyarakat Adat merupakan bagian kelompok rentan yang sudah menjadi kewajiban negara untuk memberikan perlindungan bukan justru mengalami pembongkaran paksa dan upaya-upaya pemaksaan penggusuran atas nama pembangunan IKN;
  3. Menyatakan dokumen Tata Ruang yang dibentuk tanpa partisipasi sejati masyarakat lokal dan masyarakat adat adalah dokumen yang cacat hukum;
  4. Menolak pembangunan IKN Yang mengusur hak-hak masyarakat lokal dan masyarakat adat
  5. Menyerukan kepada seluruh rakyat, untuk membangun solidaritas bersama. Hanya dengan cara bersatulah, keputusan penguasa yang menindas dan tidak memihak rakyat, bisa kita lawan! (Puput)
LAINNYA