HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi menerima perwakilan dari DPD Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Kaltim. Pertemuan dilakukan di ruang rapat Tepian 1 lantai 2 kantor Gubernur Kaltim, Senin 9 November 2020.
Turut mendampingi Wagub Kaltim, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kaltim Suroso. Pertemuan tersebut adalah lanjutan dari aksi demonstrasi yang dilakukan oleh SBSI.
Mereka mengajukan 3 tuntutan yaitu pertama menolak Surat Edaran (SE) Menaker RI Nomor : 04/1083/HK.00/X/2020. Kedua, menolak rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi Kaltim tentang Upah Minimum Provinsi (UMP) Kaltim tahun 2021 yang tidak mengalami kenaikan. Ketiga, menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang dianggap merugikan masyarakat, pekerja dan buruh.
Ketua DPD SBSI 1992 Kaltim Sultan dan Sekretaris DPD SBSI Nana Sukarna secara bergantian menyampaikan kepada Wagub terkait beberapa masalah tenaga kerja, khususnya buruh dengan perusahaan-perusahaan terkait kesejahteraan buruh.
Keluhan dan masalah-masalah yang diadukan oleh DPD SBSI 1992 ditanggapi oleh Wakil Gubernur. Hadi Mulyadi mengatakan menerima seluruh aspirasi yang disampaikan perwakilan DPD SBSI 1992 Kaltim.
Hadi Mulyadi berjanji akan menginventarisasi mana yang bermasalah untuk nantinya ditindaklanjuti. Sedangkan yang masuk ranah hukum, maka harus diselesaikan secara hukum. Demikian pula yang harus diselesaikan dalam konteks regulasi atau perundangan-undangan.
“Yang jelas pertemuan ini tentu tidak langsung menyelesaikan masalah. Tapi setidaknya bisa membuka wawasan kita, membuka hati nurani kita, bahwa ada masalah besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya rekan-rekan buruh,” ucapnya.
Terkait tuntutan penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Hadi Mulyadi meminta kepada SBSI 1992 untuk bisa menyampaikan secara tertulis pasal-pasal yang dianggap merugikan buruh.
Sedangkan untuk UMP yang diadukan, Wagub Kaltim menjelaskan berdasarkan Undang-undang, Pemerintah Provinsi Kaltim hanya perpanjangan dari pemerintah pusat. Jika sudah ada surat edaran dari Kementrian Tenaga Kerja, maka secara umum harus dipatuhi.
“Kami menerima aspirasi dari asosiasi pengusaha karena memang dengan kondisi pandemi ini banyak perusahaan yang terkena dampak. Bahkan ada yang kolaps,” katanya. (ADV)
Penulis: Ningsih