LAGU daerah menjadi salah satu cara untuk menghadapi ancaman kepunahan bahasa. Sekaligus dapat memotivasi anak muda untuk mendalami, memahami dan bangga dengan bahasa daerahnya sendiri. Salah satu pencipta lagu daerah di Kabupaten Berau, Agus Suriansyah, berinisiatif untuk merawat bahasa dan adat Banua Barrau lewat seni musik.
Pria kelahiran 1967 di Tanjung Redeb, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur ini telah menciptakan sekitar 15 lagu daerah Banua Barrau, bahasa Berau. Ia mulai menulis lagu-lagu daerah sejak tahun 2005. Lagu pertamanya berjudul Kuta (Kota) Sanggam. Kemudian dikemas dalam video klip pada tahun 2021.
Karya terbarunya berjudul Ancur Paddas dan Lambang Banuanta (Batiwakkal) baru saja dirilis pada bulan September 2024. Lagu daerah ini telah dipromosikan dan dapat diakses melalui kanal YouTube @Barrau Shigag.
Karyanya pun mendapat apresiasi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau. Lagu ini diperdengarkan pada rangkaian kegiatan Hari Jadi ke-71 Kabupaten Berau dan 214 Kota Tanjung Redeb. Termasuk pada kegiatan Manguati Banua serta Lomba Anncur Paddas dan Puncak Rasul 2024.
“Waktu saya membuat lagu ini awalnya karena kurang senang dengan sejumlah pencipta lagu daerah Berau itu dicampur-campur dengan bahasa yang lain,” ungkap Agus kala ditemui pada Senin, 21 Oktober 2024.
Bapak lima anak ini mengaku, dia mulai termotivasi menulis lagu-lagu daerah ketika membantu mengerjakan tugas sekolah anak. “Awalnya anak saya ada pekerjaan rumah (PR), disuruh mengartikan lambang Batiwakkal,” jelasnya.
Dirinya sebagai orang tua sempat kebingungan mendedahkan makna-makna dari lambang Berau atau Bumi Batiwakkal. Dari situlah, Agus berpikir untuk membuat lagu. “Saya berpikir untuk membuat lagu ini supaya orang dapat menyanyikannya dan jadi ingat,” tuturnya.
Video lagu daerah yang dipublikasikannya di kanal YouTube @Barrau Shigag juga sudah ada yang dilengkapi dengan terjemahan Bahasa Indonesia. Hal ini agar orang dapat dengan mudah mengetahui arti dan makna dari lagu tersebut.
“Batiwakkal itu kan artinya kita berusaha untuk bertawakkal menuju Berau lebih maju lagi,” kata Agus.
Semua unsur yang ada di lambang Batiwakkal menjadi lirik lagu. Seperti warna putih maknanya bersih dan ramah, kuning maknanya mulia bijaksana, hitam maknanya ketahanan jiwa, dan hijau maknanya kekayaan hutan.
“Kemudian juga ada gambar burung, padi, penyu, rotan, dan lainnya melambangkan hasil daerah Berau,” ungkapnya.
Begitu pun dengan lagu Ancur Paddas, ia juga berupaya untuk mengenalkan makanan khas Berau lewat lagu daerah.
Agus mengaku tidak memiliki basic di bidang musik. Dirinya bahkan tidak bisa membaca not lagu. Bahkan, tidak satu pun alat musik yang dikuasainya. Namun, proses pembuatan karyanya tidak memerlukan waktu yang lama.
“Penulisan lirik lagunya paling satu hari. Ada yang cuma 5 menit kalau sisi emosional dan inspirasi muncul,” bebernya.
Pria berusia 57 tahun ini mengatakan, untuk merealisasikan lirik lagu daerah yang telah ditulis plus aransemen musik hingga video klip-nya, Agus rela merogoh kocek pribadinya. “Rata-rata Rp2 juta belum lagi video klipnya. Ada lagu Rutun itu sampai Rp4,5 juta habisnya,” ucapnya.
Kendala yang dihadapinya adalah soal legalitas. Ini juga karena keterbatasan dana.Ia berharap agar Pemkab Berau melalui dinas terkait dan pihak lainnya dapat melirik untuk memberikan perhatian dan dukungan.
“Saya sudah ke Disbudpar Berau, cuma dari pihak mereka katanya nanti ditemui lagi. Tapi ada kabar baiklah mereka mau membantu,” harapnya.
Agus pun mengusulkan kepada beberapa pihak terutama Pemkab Berau melalui Disbudpar Berau agar setiap kafe, hotel, restoran maupun bandara dapat diputar lagu-lagu asli Berau. Ia berharap agar masyarakat dan pengunjung mengetahui lagu daerah tersebut. Hal ini juga menjadi upaya untuk melestarikan bahasa daerah dan kekayaan ada di Kabupaten Berau.
“Terus terang itu karena keinginan atau inisiatif saya untuk mengenalkan bahasa Banua Barrau ini. Saya khawatir ke depannya bahasa daerah ini akan hilang,” tegasnya.
Ke depan, dirinya juga berharap ada pihak yang dapat memfasilitasinya untuk membuat karya, supaya bisa lebih berkembang dan hasilnya maksimal. Terutama mengenai kualitas videonya. Terus terang Agus menggunakan HP dalam pembuatan video klip tersebut, sehingga kualitas gambarnya dinilai belum maksimal.
“Makanya kalau videonya dimasukkan ke layar besar jadinya pecah, bukan full HD. Ini juga karena keterbatasan dana saya,” terangnya.
Namun, keterbatasan itu tidak meruntuhkan semangat Agus untuk terus berkarya. “Tetap saya akan berusaha. Mudah-mudahan ke depan ada yang peduli dan mendukung karya-karya saya,” demikian Agus. (Riska)
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim