HEADLINEKALTIM.CO, TANJUNG REDEB – Formulasi penetapan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2025 bakal tidak lagi menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 mengenai pengupahan. Formulasi nantinya akan mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), salah satunya memasukkan komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam standar upah.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, Zulkifli Azhari, mengaku hingga saat ini pihaknya masih menunggu Surat Edaran (SE) dari Kementerian Ketenagakerjaan RI terkait rumusan perhitungan upah minimum dan penetapan UMP Kaltim.
Menurutnya, ini akan menjadi dasar penentuan besaran UMK Berau tahun 2025. “Kami masih menunggu surat edaran Pemerintah Pusat mengenai aturan yang akan digunakan,” tegasnya saat dikonfirmasi Headlinekaltim.co pada Rabu 13 November 2024.
Disnakertrans Berau juga akan membahas besaran UMK Berau melibatkan akademisi, Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), dan serikat pekerja atau buruh. “Bagaimanapun juga kita tidak sewenang-wenang untuk menetapkan. Justru kita membahas sesuai dengan waktu dan aturan yang ada,” ucapnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Berau, Supriyanto mengatakan kewenangan UMK itu leading sector-nya di Disnakertrans Berau. Sejak terbit PP Nomor 36/2021, turunannya PP Nomor 51/2023 standar KHL itu sudah tidak digunakan.
“Untuk UMK 2025 ini, saya belum memperoleh informasi apakah kembali ke KHL atau tetap merujuk pada PP 51/2023. Kita menunggu dulu surat edaran dari Kementerian Ketenagakerjaan RI, data mana yang akan digunakan?” tuturnya.
Sebelumnya, penentuan besaran UMK mengacu data inflasi daerah Provinsi Kaltim dan pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota. “Kalau data pertumbuhan Berau dari tahun ke tahun meningkat atau mengalami perbaikan,” bebernya.
Selanjutnya, pihaknya juga masih menunggu koordinasi dari Disnakertrans Berau mengenai hal tersebut. “Biasanya menunggu instruksi dari pusat dan hasil dari dewan pengupahan provinsi,” ujarnya.
Ketua DPC Federasi Kebangkitan Buruh Indonesia (FKUI) KSBSI Berau, Ari Iswandi mengatakan, berkaitan dengan isu UMK Berau ini masih tahap pertama pertemuan yang dilaksanakan beberapa waktu lalu. Kata dia, sejauh ini Kaltim juga belum memutuskan Upah Minimum Provinsi (UMP).
“Jadi masih menunggu keputusan dari provinsi Kaltim terkait UMP, setelah itu menyampaikan kepada dewan pengupahan,” jelasnya.
Menurutnya, keputusan MK yang baru ini dilihatnya masih berpihak kepada serikat buruh mengenai pengupahan. Kemudian, hal itu juga diserahkan ke perwakilan serikat buruh, pihak APINDO yang mewakili perusahaan dan Disnakertrans. Kata dia, akan ada rapat lanjutan untuk membahas hal tersebut.
Penentuan besaran UMK juga harus menunggu penetapan provinsi yang ada di Kaltim. Untuk itu, pihaknya sebagai bagian dari Dewan Pengupahan Berau akan melihat terlebih dahulu regulasi perhitungan UMP. “Ketika UMP Kaltim sudah diumumkan, maka Dewan Pengupahan Kabupaten Berau melanjutkan untuk menghitung, kalau bisa harus lebih tinggi dari UMP Kaltim,” ungkapnya.
Mengenai Keputusan MK, dia menilai kembali seperti pola terdahulu yaitu berhubungan dengan komponen KHL. “Karena di situ kalau tidak salah saya lihat ada pengupahan sektoral di masing-masing bidang usaha,” jelasnya.
Menurutnya, keputusan tersebut agak lebih baik. Artinya ada keleluasaan dari tim atau dewan pengupahan khusus buruh untuk memberikan keputusan. Pihaknya akan memperjuangkan hak-hak buruh.
“Saya berharap harus ada kenaikan, apa gunanya serikat buruh kalau tidak mengupayakan kenaikan UMK sesuai kebutuhan kawan-kawan buruh. Bagi saya harus lebih baik dari yang kemarin,” tegasnya.
Ketua DPC FPE KSBSI Berau, Daud mengaku pada tahun-tahun sebelumnya memang sangat merugikan pekerja buruh dengan penetapan UMK di Kabupaten Berau karena sudah banyak yang dipangkas dengan munculnya UU Cipta Kerja dan turunannya di PP Nomor 51 tahun 2023 termasuk penetapan upah minimum. “Harusnya memperhatikan kebutuhan hidup layak bagi para pekerja buruh.
Semenjak UU Cipta Kerja muncul, komponen KHL itu hilang dan otomatis berpengaruh ke besaran UMK. “Makanya, tahun kemarin itu ribut hingga demo, karena tidak sesuai dengan keinginan para pekerja buruh,” jelasnya.
Dengan adanya informasi mengenai keputusan MK bahwa salah satunya mempertimbangkan KHL, lanjutnya, menjadi berita baik buat para pekerja buruh. Ia berharap dari dewan pengupahan ini melakukan survei KHL di Kabupaten Berau.
“Memang itu butuh waktu dan melibatkan BPS,” tuturnya.
Kalau berdasarkan PP Nomor 51/2023 memang menggunakan data inflasi daerah dan pertumbuhan ekonomi. Pihaknya sebagai organisasi buruh pertambangan yang tidak masuk dalam tim pengupahan ini berharap agar bisa mempertimbangkan komponen KHL, karena otomatis perubahan angkanya agak lumayan.
“Dengar dari teman-teman organisasi di pusat, di keputusan MK kemarin bahwa penetapan UMK kembali mempertimbangkan KHL tadi. Ini kan masih masa transisi dan sudah mepet waktunya, jadi upah minimum harus diputuskan bulan ini,” ujarnya.
Kata dia, kalau memang sampai dibutuhkan aksi turun ke jalan, pihaknya siap mendukung dan memperjuangkan hak-hak pekerja buruh khususnya di Kabupaten Berau. (Riska)
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim