HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Komunitas Seni Tadulako yang mayoritas beranggotakan mahasiswa Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, menampilkan Tari Tadulako Mporego dalam ajang East Borneo International Folklore Festival (EBIFF) 2024.
Tarian yang dirangkai bersama syair-syair masyarakat adat Suku Kalawi, Suku Kaili, dan Suku Bada menggambarkan kekayaan etnografi yang mengakar dalam kacamata falsafah kehidupan warga di Bumi Sulteng.
Ketua Dewan Kesenian Sulawesi Tengah (DKST), Hapri Ika Poigi, mengatakan bahwa pertunjukan seni ini representasi panglima perang atau Tadulako sebagai orang-orang terpilih yang menjadi perantara antara manusia dengan alam semesta untuk keharmonisan di bumi pertiwi.
“Apa yang disebut dengan Rego itu berhubungan dengan padi, bahwa padi tidak tergesa-gesa tumbuh menjadi beras, ada proses di sana. Sesungguhnya Rego itu mempunyai hubungan spirit antara manusia dengan alam yang memberikan Dewi Kesuburan,” kata Hapri saat ditemui media ini di Lapangan Gelora Kadrie Oening Sempaja, Kota Samarinda, pada Minggu 28 Juli 2024.
Adapun eksplorasi Mporego juga berangkat dari konteks beberapa lembah yang ada di Sulteng. Di antaranya lembah Palu, Sigi, Lore, Napu, dan Bada yang terhubung dengan budaya tak benda.
“Nah, inilah yang menjadi semangat adik-adik untuk menggagas kembali konsep ini sebagai sebuah bentuk seni pertunjukan tradisi yang memang banyak mencirikan tentang bagaimana nilai nilai ketadulakoan, yakni disiplin bagaimana sikap kesatria, kejujuran, kebersamaan, sesuai dengan apa yang disebut dengan konsep hintu atau sintuhu,” sebut pria yang juga mengajar di Universitas Tadulako.
Ia mengungkapkan bahwa ritual tersebut masih terus diwariskan sejalan dengan pertunjukan Tadulako yang memiliki konsen akan kelestarian hutan serta keseimbangan ekologis.
“Ritual ini masih kita lestarikan, jadi di Taman Nasional Lore Lindu yang juga menjadi salah satu kearifan yang kuat khususnya bagi beberapa beberapa negeri-negeri yang ada di dalam enklave, mereka menjaga kelestarian hutan menjaga keseimbangan ekologis,” ucapnya.
Hapri menunjukkan semangatnya dalam pegelaran EBIFF 2024 yang tak hanya membentangkan kirab budaya internasional, tetapi juga menggandeng pelaku kesenian di tingkat lokal.
“Event ini memberikan peluang bagi generasi muda Sulteng, terutama Komunitas Seni Tadulako untuk terus mengeksplorasi tradisi budaya serta bangkit dan mengawal nilai lokalitas yang bersanding dengan nilai global,” kata Hapri.
“Jadi, ada jembatan yang bisa menghubungkan antar lintas disiplin, lintas seni budaya, tentunya juga tak lepas dari apa yang disebut dengan tourism reforming art,” demikian Hapri. (Zayn)
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim