HEADLINEKALTIM.CO, TENGGARONG – Limbah apapun tetap ada nilainya. Besar kecil nilai yang didapat, tentu bergantung pada orang-orang yang tepat untuk mengolahnya. Itu yang dibuktikan Kelompok Usaha Bersama (KUBe) Balanipa Muara Badak, Kutai Kartanegara.
KuBe ini telah diakui sukses mengelola limbah tali bekas kapal besar. Proses recycle mengubah menjadi tali rumpon bernilai ekonomi tinggi. Biasanya, tali bekas kapal lebih banyak dibakar. Dampaknya pada pencemaran udara.
Saat melihat langsung gudang dan workshop KUBe Balanipa olahan tali limbah kapal di Desa Badak Baru, Ketua KuBe Balanipa, Sahabuddin bercerita secara detail soal perjuangan mengolah limbah hingga berujung pemasaran tali Rumpon. Usaha tersebut kini beromzet Rp130 juta lebih per bulan.
Sahab bertutur, awal merintis usaha ini dia lakukan sendiri pada 2019 silam. Kala itu, dia menjual tali bekas tanpa diolah sama sekali. Namun, lama kelamaan, Sahab berpikir usaha tersebut tak punya prospek besar. Sebab, hanya sedikit nilai guna yang ditawarkan.
Dia memutar otak bagaimana limbah ini bernilai tinggi. Terbersit soal pengolahan limbah menjadi tali rumpon. Dia pun sadar butuh modal. Berangkat dari niatan ini, Sahab memberanikan nyali menawarkan proposal bantuan ke Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS). Tidak berjalan mulus. Ada syarat yang harus dipenuhi.
Sahab sadar tak bisa sendirian. Jika ingin mendapat untung besar, harus melibatkan kerja-kerja pemberdayaan. “PHSS tidak bisa membantu ke pribadi-pribadi, tapi harus melalui kelompok usaha. Akhirnya saya cepat kumpulkan orang-orang yang mau terlibat di Balanipa dan perwakilan Pemdes agar terbentuk KUBe. Sekarang, kami menjadi mitra binaan PHSS,” beber Sahab, Senin 28 Oktober 2024.
Keahlian Sahab mengolah tali rumpon bermula dari mengandalkan kemampuan otodidak. Belakangan, dia merasa perlu pulang ke kampung halamannya, Sulawesi Barat, demi mengasah ketrampilan.
Produksi awal usaha tali rumpon dengan bahan baku limbah tali kapal sebesar 22 ton. Dengan hasil tali rumpon sebanyak 100 ball lebih. awalnya, Sahab sempat bingung. Ke mana memasarkan tali rumpon sebanyak itu? kalau tidak laku, apa yang mesti dilakukannya? Membakarnya? Apa yang dilakukannya sejatinya hanya mengubah limbah dan kembali menjadi limbah? Sahab kian gundah.
Namun, dirinya tetap yakin bahwa Allah SWT akan memberikan jalan rezeki kepada hamba-Nya. “Ya kalau sudah ketemu jalan rejekinya, pasti laris dagangan kami,” tegasnya.
Kini, KUBe Balanipa sangat berterima kasih atas program kemitraan dari PHSS. Bantuan CSR secara bertahap mengalir. Seperti pembangunan gudang dan workshop, mesin pemintal dengan sistem Balanipa Rope Teknologi (Barontek), pelatihan manajemen pemasaran dan keuangan, serta bantuan laptop untuk administrasi keuangan.
Terbaru, dipasang pilar panel tenaga surya. Dirinya berharap pola kemitraan jangan terputus dulu, sebelum KuBE benar-benar mandiri.
Bahan baku produksi tali rumpon, KUB Balanipa harus membeli dengan berbagai harga tergantung bahannya. Paling mahal berbahan nilon Rp 9.000 per Kg. Sedangkan yang paling murah dengan harga Rp 5.000 per Kg berbahan sutra.
Tali rumpon produk KUBe Balanipa ada dua jenis. Berukuran 20 dan 18 mm. Namun yang paling banyak dipesan adalah yang pertama. Dijual seharga Rp 285.000,-
“Permintaan tali rumpon banyak dari kota Bontang dan Sulawesi. Ada juga permintaan dari Papua, tapi kami belum bisa sanggupi, dengan pertimbangan ekspedisi terlalu jauh. Kami juga belum mengetahui situasi bisnis di sana,” ungkapnya.
Sahab bertutur, dari usahanya bersama masyarakat ini sudah memberikan dampak ekonomi kepada sebagian warga. KUBe Balanipa kini punya 16 karyawan. Sebelumnya hanya 12 orang. Sebagian besar kaum perempuan alias Ibu Rumah Tangga. Banyak dari mampu menyekolahkan anaknya hingga meraih gelar sarjana.
Sebagian karyawan senang karena bisa punya biaya liburan atau pulang kampung halaman secara rutin. Bahkan, ada yang meninggalkan profesi kuli bangunan borongan karena KuBe Balanipa.
Saat ini, Sihab mengeluhkan masih kesulitan mendapatkan bahan baku produksi. Alasannya, sudah banyak orang yang mengetahui limbah tali kapal memiliki nilai ekonomis. Jadi, kalau dapat bahan, sebagian warga langsung menjual ke pengepul. Bahan baku yang selama ini didapat KuBe Balanipa berasal dari Muara Badak dan Samboja.
PERAN DAN KOMITMEN PHSS
Pertimbangan PHSS memberi perhatian terhadap pengelolaan limbah tali kapal karena perairan Muara Badak bersinggungan langsung dengan selat Makassar. Perairan ini menjadi bagian kawasan strategis karena lalu lintas kapal besar. Efek sampingnya, banyak ditemukan praktek pembuangan limbah kapal lalu dibakar.
Dari program kemitraan antara PHSS dan KuBe Balanipa, berbagai penghargaan kepedulian lingkungan sudah diraih. Seperti penghargaan Indonesia Sustainable Development Goals Award(ISDA) tahun 2021, penghargaan Gold Award Kukar kepedulian lingkungan 2024, Gold ISRA Award 2024 kategori Ekonomic Empowerment, dan penghargaan EcoTech Pioner and Sustainability Award (EPSA) 2024 dari Departemen Teknik lingkungan Undip Semarang. Perusahaan dianggap memiliki komitmen tinggi menciptakan teknologi ramah lingkungan.
Head of Commuinication Relation & CID PHSS, Elis Fauziyah mengatakan, KUBe Balanipa pernah mengelola 81 ton limbah tali. Berhasil menurunkan emisi karbon sebanyak 419,58 ton CO2 eq pertahunnya. Bahkan, KuBe ini juga sanggup memproduksi 450 roll tali rumpon per bulan dengan omzet Rp 168 juta.
“Komitmen kami di perusahaan pembangunan berkelanjutan, bertanggungjawab terhadap dampak sosial, serta peningkatan pertumbuhan ekonomi yang melibatkan masyarakat,” tuturnya.(Andri)
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim