HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Kasus peredaran narkoba di Kalimantan Timur kian meresahkan, 80 persen kasus tindak pidana disumbang dari kasus narkotika.
3 Kabupaten/kota terbanyak penyumbang kasus tindak pidana narkotika adalah Kota Samarinda, Kutai Kartanegara (Kukar) dan Balikpapan.
Kepala Pengadilan Tinggi Negeri Kaltim Sutoyo mengatakan, daerah-daerah yang menjadi akses keluar masuk banyak orang, menjadi “sasaran” pengedar barang haram tersebut. Dan dari 10 Kabupaten/kota di Kaltim, 3 Kabupaten/kota yang paling menonjol kasus narkotikanya.
“Paling banyak itu kasus narkotika, terjadi hampir di seluruh daerah di Kaltim. Tapi yang paling menonjol, yang paling banyak itu daerah Samarinda, kemudian Tenggarong dan Balikpapan. Pokoknya kota-kota yang ramai, dan orang keluar masuk. Persentasenya sampai 80 persen untuk narkotika ini. Selain narkotika, kejahatan lainnya pencurian tapi tidak terlalu banyak. Paling banyak narkotika, ” ucapnya saat dikonfirmasi headlinekaltim.co.
Terpisah, anggota DPRD Kaltim dari daerah pemilihan Kukar Salehuddin tak memungkiri, Kukar menjadi salah satu lumbung terbesar di Kaltim yang dominan pada kasus narkotika.
Untuk itu, kata legislatif dari partai Golkar ini, Komisi IV DPRD Kaltim telah bekerjasama dengan BNN Provinsi untuk membuat program-program kreativitas masyarakat. Serta menggandeng seluruh unsur pemerintah Desa hingga ke level RT untuk melakukan koordinasi dan pengawasan lingkungan.
“Kita sudah berkomunikasi dengan BNN Provinsi, tentu sudah ada upaya untuk melakukan program-program yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Ini akan menjadi gerakan masif, sehingga tidak hanya gerakan parsial saja,” ujarnya.
“Kita juga mengusulkan kegiatan terutama yang di desa-desa untuk membuat APB-Des yang tersinkronisasi dengan Pemerintah Daerah. Dan ditekankan pada desa-desa yang teridentifikasi menimbulkan kasus itu (narkoba, red) kita warning, agar melibatkan seluruh struktur untuk pengawasan dan koordinasi,” katanya lagi.
Dengan saling sinergi antara semua pihak, Salehuddin menyakini akan dapat menekan munculnya kasus peredaran narkoba baru. Untuk itu, sinergi antara Pemerintah hingga lingkup terendahnya diperlukan. Bahkan ia mendukung diberlakukan “sanksi” pengurangan anggaran bagi daerah-daerah yang diketahui tinggi kasus narkotikanya.
“Proses koordinasi saja, kalau ini jalan, saya yakin insyaallah kasus-kasus ini akan terkendali. Karena basisnya lewat RT, karena RT lebih tahu di desanya, mereka lebih tahu orang-orang yang teridentifikasi kasusnya. Jadi proses persuasif bisa jalan dengan baik, dan penindakan hukumnya tetap berjalan, ” katanya.
“Kalau perlu desa yang notabene kasus narkobanya paling tinggi dicentang, jadi warning. Tapi desa dengan kasus terendah di support dengan pembiayaan dari pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/kota, baik itu dari APB-Des, dana pembangunan ditambah. Tapi kalau desa narkoba tinggi harus diberikan tracing, kalau perlu dikurangi pembiayaannya,”pungkasnya.
Penulis : Ningsih
Editor: Amin