src="https://news.google.com/swg/js/v1/swg-basic.js"> AJI Samarinda dan ICW Beber Pemantauan Tren Penindakan Kasus Korupsi di Kaltim Selama 2022

AJI Samarinda dan ICW Beber Pemantauan Tren Penindakan Kasus Korupsi di Kaltim Selama 2022

4 minutes reading
Thursday, 2 Mar 2023 21:48 152 huldi amal

HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Indonesia Corruption Watch (ICW) bekerja sama dengan AJI Samarinda melakukan pemantauan tren penindakan kasus korupsi selama tahun 2022 di Kaltim.

Hasilnya dibeber dalam konferensi pers yang digelar di Warkop Bagios Jalan K.H. Abdurrasyid No.8 Kelurahan Bugis, Kecamatan Samarinda Kota, pada Kamis 2 Maret 2023.

Pemantauan ini disebutkan pada level penyidikan di Aparat Penegak Hukum (APH), baik kepolisian dan kejaksaan di Kaltim.

Peneliti dari AJI Samarinda Ibrahim mengatakan total anggaran yang dialokasikan untuk penindakan kasus korupsi (penyelidikan/ penyidikan) seluruh APH (Kejaksaan dan Kepolisian) di Kaltim tahun 2022 sebanyak Rp 10,11 miliar dengan target 52 kasus korupsi di Kaltim, dengan rincian Kejaksaan 20 kasus dan Kepolisian 32 kasus.

“Tapi, hasil temuan hanya 18 kasus yang mampu direalisasikan atau sekitar 34,6 persen. Sehingga kinerja penindakan kasus korupsi di Kaltim hanya mendapatkan nilai D alias buruk,” ungkap Ibrahim.

Sebagai informasi, ada 2 kasus yang ditangani KPK di Kaltim selama 2022 sehingga total penindakan kasus korupsi di Kaltim 2022 sebanyak 20 kasus.

Kemudian, Ibrahim menjelaskan hasil temuan tren penindakan kasus korupsi di Kaltim dari 2018 – 2022 cenderung fluktuatif. Pada 2022 ditemukan terjadi peningkatan drastis pengungkapan kasus beserta jumlah tersangka yang ditetapkan. Meski begitu, jumlah penindakan ini masih jauh dari target APH di Kaltim pada 2022.

Adapun kasus korupsi penyumbang kerugian terbesar di Kalimantan Timur 2022 yakni kasus PLTS di Kutai Timur dengan total kerugian Rp 53,6 miliar dan kasus korupsi mantan Bupati PPU Abdul Gafur Masud senilai Rp 12,5 miliar.

Selanjutnya, pemetaan kasus Korupsi di Kalimantan Timur Berdasarkan Modus Tahun 2022 ditemukan penyalahgunaan anggaran menjadi modus yang paling dominan digunakan oleh pelaku kasus korupsi di Kaltim 2022.

“Modus lainnya yang sering digunakan adalah mark up, kegiatan/proyek fiktif, laporan fiktif. Keempat modus tersebut seringkali ditemukan dalam kasus korupsi pengadaan barang/jasa dan pengelolaan anggaran pemerintah,” terang Ibrahim.

Pemetaan Kasus Korupsi di Kalimantan Timur Berdasarkan Jenis pada tahun 2022, tercatat APH di Kaltim paling banyak mengusut korupsi dengan jenis kerugian negara (Pasal 2/3 UU Tipikor). Dari 20 kasus, APH di Kaltim tercatat paling banyak memakai pasal kerugian keuangan negara sebanyak 18 kasus. Sementara sisanya 2 kasus dikenakan pasal suap-menyuap.

Ibrahim menjelaskan, berdasarkan temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa banyaknya pegawai pemerintah daerah terlibat kasus korupsi, mengindikasikan: 1). Kurangnya pengawasan terhadap kinerja mereka, sehingga dengan mudah melakukan tindakan rasuah, dan 2) pemerintah kurang transparan dan akuntabel ketika menggunakan uang rakyat.

APH mestinya lebih aktif mengawasi dan mengawal seluruh kegiatan atau program yang menggunakan uang rakyat. Hal sama juga berlaku pada DPRD.

“Mereka punya fungsi pengawasan. Mestinya bukan progres program atau kegiatan pemerintah saja yang  ‘dipelototi’, pun pertanggungjawaban penggunaan anggarannya,” katanya.

Terciduknya sejumlah kepala desa dan perangkat desa dalam kasus rasuah semakin menguatkan bahwa wacana penambahan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun jadi 9 tahun justru berbahaya.

Alasannya cukup jelas  ini berpotensi merusak demokrasi. Secara teoritik, pemerintahan yang terlalu kuat (dalam hal ini pemerintahan desa) dan terlalu lama bakal sulit menerapkan check and balance.

“Kekuasaan, apalagi terlalu lama dan kuat, dapat jadi pintu masuk menuju korupsi. Seperti yang dikatakan Lord Acton: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely’’,” jelas dia.

Sebagai rekomendasi, Ibrahim mengatakan APH (Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK) di Kaltim jika berurusan dengan kerja-kerja penindakan yang berkaitan dengan penyidikan kasus korupsi oleh setiap APH harus dilakukan dengan prinsip transparansi dan mengedepankan akuntabilitas dengan cara menyampaikan informasi terkait dengan penanganan perkara secara berkala dalam kanal informasi yang mudah diakses oleh masyarakat.

Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman (Unmul) Orin Gusta Andini mengatakan APH harus menyiapkan akses informasi bagi public untuk melaporkan perkembangan penangnan kasus. Dengan begitu, selain lebih transparan, publik bisa ikut mengawasi.

“Selain itu, alokasi anggaran yang diterima APH harus sejalan dengan komitmen pemberantasan korupsi. Jangan sampai anggaran yang diterima besar tapi penindakannya minim,” ungkap dia.

Selaras dengan itu Koordinator Divisi ICW Tibiko Zabar mengatakan poin penilaian yang diberikan rendah dengan nilai D dari total 20 kasus yang berhasil ditangani APH selama 2022 merupakan terendah sepanjang reformasi.

“Apa yang disampaikan AJI memberi potret korupsi di Kaltim 2022, angka ini jadi terendah pascareformasi. Bahwa, ada masalah serius dalam penindakan kasus korupsi,” ungkap Tibiko.

Tibiko juga menyoroti soal tindak pidana pencucian uang berdasarkan hasil pantauan tidak ditemukan. Padahal, pencucian uang merupakan upaya lanjutan yang biasanya dilakukan.

“Karena pelaku korupsi pasti memutar atau mengalihkan uang hasil korupsi itu melalui pencucian uang. Jadi di Kaltim nol, maka tentu jadi catatan penting. APH harus melihat aliran uang korupsi itu,” tegas dia.(#)

Penulis: Erick

LAINNYA