HEADLINEKALTIM.CO, PALANGKARAYA – Jauh sebelum dipilihnya Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur yang tempatnya diapit dua kabupaten yakni Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara oleh Presiden Joko Widodo, Bung Besar alias Presiden Soekarno sudah punya rencana lokasinya.
Bung Besar telah memilih Pulau Kalimantan, tepatnya di Palangkaraya, Kalimantan Tengah sebagai calon IKN di era ‘60-an.
Tidak salah jika Presiden RI pertama tersebut kepincut dengan kota di jantung pedalaman Borneo itu pada masanya. Sebuah wilayah yang disebut Kota Cantik itu hingga kini tetap tampil cantik dengan banyaknya Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang tersebar dan tertata apik.
Di pedalaman Kalimantan, anak-anak suku Dayak tumbuh bersama dengan sungai dan bentang alam hutan yang hijau. Itu yang membuat mereka benar-benar tak mau melepaskan entitas kultur budaya warisan leluhur. Kesan udik bukanlah perihal yang hendak ditutupi, tetapi menjadi entitas yang dibanggakan sebagai pengisi keragaman budaya di Indonesia.
Hal itulah yang terpatri dalam benak Roma Librawan, SP, M.Si C, si anak suku Dayak Bakumpai yang kehidupan masyarakatnya terkait erat dengan bentang panjang sejarah aliran Sungai Barito.
Kecintaan pada alam begitu bulat mengisi ruang hatinya. Sejak kedua orang tuanya menghadiahkan pensil warna dan buku gambar, masa kanak-kanaknya dia puaskan dengan mengekspresikan rasa cinta tentang alam raya. Tumbuhan, hewan, dan panorama selalu terlihat lewat guratan-guratan pensil di bidang kertas gambarnya.
“Aku dengar sejak dulu jika Palangkaraya jadi bakal IKN, dari zaman Presiden Soekarno. Itulah yang membuatku bermimpi bakal mempercantik kota ini, dan harus mengambil kuliah dengan spesialisasi berkaitan dengan taman dan pengelolaan lingkungan. Setamat SMA, lanjut ke Kota Malang dan kuliah S1 di Universitas Tribhuwana Tunggadewi, saya mengambi Prodi Arsitektur Lanskap,” bebernya saat berbincang dengan headlinekaltim.co secara daring.
Kepala Seksi Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, ini menyebutkan, penataan sebuah kota membutuhkan spesialisasi keilmuan. Tidak boleh sembarangan atau asal-asalan.
Profesi Arsitek Lanskap masih banyak dibutuhkan dan belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Padahal, di kota-kota besar di luar negeri tidak bisa seorang yang bukan ahli di bidang arsitektur lanskap menangani tata kota.
Alasannya, di situ ada perpaduan ilmu, seni, dan teknologi. Arsitektur lanskap tidak hanya menjadikan kota semakin indah. Namun, juga harus menciptakan sesuatu yang membuat manusia bahagia. Dan, ini yang terpenting: alam senantiasa terjaga serta berkelanjutan.
Dalam dunia arsitektur lanskap, terang Roma, landasan ilmu adalah jalan untuk menghadirkan berbagai produk lanskap baik dalam pengelolaan bentang alam, tempat wisata, lanskap perkotaan, hingga taman-taman kota yang memiliki ciri khas tersendiri berkaitan dengan kearifan lokal masyarakatnya.
“Hingga saat ini pemanfaatan budaya dan kearifan lokal belum maksimal dituangkan dalam konsep ruang terbuka hijau. Di banyak daerah, cenderung seragam dan berakhir pada tidak adanya rasa tanggung jawab untuk menjaga, atau rasa memiliki dari masyarakat di sekitar ruang terbuka hijau. Lanskap tidak hanya harus indah, tapi berkaitan dengan kearifan lingkungan yang tumbuh di benak masyarakat,” ungkapnya.
TANGANI PULUHAN TAMAN KOTA
Roma mengambil gelar magister Arsitektur Lanskap di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan judul tesis ‘Konsep Ecodesign Lanskap Jalan Berbasis Kearifan Lokal Suku Dayak Ngaju’. Ini menjadikannya dipercaya dan bersemangat fokus melaksanakan tugasnya mengelola 57 buah taman kota, baik yang bersifat aktif dan pasif. Dari taman berukuran terbesar 0,5 hektare hingga berlanjut ukuran kecil termasuk jalan-jalan pedestrian.
“Tentu saya tidak bekerja sendirian, dibantu oleh 115 orang staf yang terdiri dari tenaga pramu taman, sekuriti taman, hingga tenaga administrasi. Setiap pagi melakukan pembinaan dan pendampingan langsung di lapangan. Bagaimanapun taman-taman yang ada merupakan wajah kota dan menumbuhkan kecintaan pada profesi harus dipacu setiap hari. Tidak saja main perintah, namun harus hadir bersama-sama rekan di lapangan. Itulah kunci keberhasilan pengelolaan taman di Palangka Raya,” ungkapnya.
Di ibu kota Provinsi Kalteng ini, ada beberapa taman yang jadi Point of Interest-nya. Mulai dari taman Pasuk Kameloh, Nyahu Papan Taliwu, Lansia, Love, Kuliner Tunggal Sangomang, serta beberapa taman lain yang jadi kebanggaan dan tujuan rekreasi dan cuci mata warga di pagi dan sore hari.
Roma menyadari bahwa kota-kota di Kalimantan hingga saat ini memiliki keterbatasan desain taman yang khas. Cenderung seragam. Memang terihat indah, tetapi begitu mudah ditemukan padanannya di tempat-tempat lain. Untuk itu dibutuhkan tenaga-tenaga ahli arsitek lanskap yang berasal dari anak-anak Kalimantan sendiri. Tujuannya, tidak asal copy paste produk lanskap dari tempat-tempat wisata ternama di Pulau Jawa.
“Selain kekurangan SDM, cenderung hal ini digampangkan oleh pemerintah setempat karena kapasitas ide dan visinya belum memenuhi klasifikasi kota-kota maju. Perbedaan persepsi jadi persoalan utama dalam memandang arah pengembangan kota yang berkelanjutan,” jelas anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Abdul Rahman dan Almarhumah Siti Nyariah ini.
Bagaimanapun juga kota terus tumbuh dan berkembang sebagaimana mana perkembangan ekonomi dan jumlah penduduknya. Tepat atau tidaknya suatu konsep arsitektur lanskap perkotaan, tidak hanya bicara soal uang atau anggaran pemerintah. “Namun, bagaimana menjadi aset ekologis, seiring dengan ruang terbuka hijau menjadi penyangga keberlanjutan ekosistem perkotaan,” pungkasnya.
Penulis: RJ Warsa
Editor: MH Amal
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim