HEADLINEKALTIM.CO, SENDAWAR – Aktivitas perusahaan tambang batubara di Kabupaten Kutai Barat (Kubar) kembali menjadi sorotan. Kali ini, dugaan pelanggaran perizinan kembali mencuat, setelah Sekretaris Komisi I DPRD Kubar, Henrik, mengungkap adanya indikasi kuat bahwa hampir seluruh perusahaan batubara yang beroperasi di wilayah tersebut belum mengurus izin bongkar muat dan tambat tongkang.
Pernyataan tersebut disampaikan Henrik dalam wawancara dengan RRI pada Selasa (15/4/2025). Ia menyebutkan bahwa Komisi I DPRD Kubar sedang melakukan penelusuran untuk memastikan dugaan tersebut. Namun, dari informasi awal yang telah dikumpulkan, indikasi pelanggaran itu sangat kuat.
“Masih dalam penelitian kita, kemungkinan besar, perusahaan-perusahaan yang ada ini tidak mengurus izin tambat dan bongkar muatnya itu,” kata Henrik.
Henrik menekankan bahwa setiap aktivitas bongkar muat, termasuk tambat tongkang batubara di perairan, memiliki aspek legal yang harus dipenuhi. Proses tersebut tidak hanya berkaitan dengan izin teknis operasional tambang, melainkan juga harus dilengkapi dengan izin spesifik yang terkait dengan transportasi dan lingkungan, termasuk dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Ia menyayangkan jika benar perusahaan-perusahaan ini beroperasi tanpa izin lengkap, sebab secara langsung akan merugikan daerah. Ketidakhadiran izin tambat dan bongkar muat berarti tidak ada retribusi atau kontribusi finansial yang masuk ke kas daerah, padahal sumber daya alam terus diambil.
“Kalau secara perizinan teknis pekerjaan mereka, itu sudah dipenuhi. Tetapi terkait tambat dan bongkar muat ini, besar kemungkinan belum ada,” ungkap Henrik.
Dugaan DPRD ini tidak berdiri sendiri. Henrik menambahkan, informasi yang diperoleh dari Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Kalimantan Timur saat kunjungan kerja juga menunjukkan bahwa tidak ada satu pun perusahaan batubara di Kutai Barat yang tercatat memiliki izin bongkar muat maupun tambat tongkang.
“Berdasarkan informasi dari Dishub provinsi, waktu kunjungan kerja kemarin. Itu belum ada izin bongkar muat dan tambat tongkang batubara di Kubar yang terdaftar,” tegasnya.
Fakta tersebut tentu mengkhawatirkan, mengingat tingginya intensitas operasional batubara di Kutai Barat. Aktivitas tersebut tidak hanya berisiko merusak lingkungan tanpa pengawasan, tetapi juga berpotensi besar menghindari kewajiban kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menanggapi situasi ini, DPRD Kutai Barat melalui Henrik mendesak agar seluruh perusahaan tambang batubara yang beroperasi di wilayah mereka segera melakukan koordinasi dan kerja sama dengan pemerintah daerah. Salah satu poin penting adalah melengkapi semua perizinan, termasuk izin bongkar muat dan tambat tongkang.
“Jadi jangan juga kesannya, perusahaan ini terlalu monopoli, semuanya diambil, tetapi tidak ada kontribusi untuk daerah,” tegas Henrik.
Ia menekankan bahwa ketertiban administrasi dan kepatuhan terhadap regulasi daerah merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar.
Artikel Asli baca di rri.co.id
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim