Oleh: Bernike Gloria Nadeak)*
Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat strategis dalam sistem hukum Indonesia. Sebagai bahasa resmi negara yang digunakan di semua sektor pemerintahan, Bahasa Indonesia juga menjadi bahasa utama dalam perumusan peraturan perundang undangan, kebijakan pemerintah, serta keputusan-keputusan yudisial. Kejelasan, konsistensi, dan keakuratan dalam penggunaan Bahasa Indonesia sangat menentukan bagaimana hukum dipahami, dijalankan, dan ditegakkan di tengah masyarakat. Dalam konteks ini, penting untuk menyoroti bagaimana penguatan Bahasa Indonesia dapat berfungsi sebagai pilar utama kejelasan hukum di Indonesia.
Hukum tidak hanya diciptakan untuk kepentingan segelintir elit atau profesional di bidang hukum, tetapi harus dapat diakses dan dipahami oleh seluruh masyarakat. Aksesibilitas ini salah satunya ditentukan oleh bahasa yang digunakan dalam produk hukum. Sayangnya, salah satu tantangan utama dalam bidang hukum di Indonesia adalah bahwa produk hukum seperti undang-undang, peraturan daerah, dan kontrak-kontrak sering kali ditulis dengan bahasa yang kaku dan sulit dipahami oleh masyarakat umum.
Bahasa hukum cenderung sangat formal dan penuh dengan istilah teknis yang tidak familiar bagi masyarakat awam. Hal ini menciptakan kesenjangan pemahaman antara para profesional hukum dengan masyarakat biasa. Sebagai contoh, istilah-istilah seperti force majeure (keadaan memaksa), non liquet (tidak jelas), atau ultra vires (di luar kewenangan) sering kali muncul dalam dokumen hukum. Padahal, hukum adalah sesuatu yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat agar dapat ditaati dengan baik. Ketidakpahaman masyarakat terhadap bahasa hukum dapat menimbulkan masalah yang serius, seperti ketidakpatuhan, kesalahpahaman terhadap aturan, hingga ketidakadilan dalam pelaksanaan hukum.
Untuk itu, penguatan Bahasa Indonesia sebagai bahasa hukum yang jelas dan mudah dipahami menjadi langkah penting dalam memperbaiki aksesibilitas hukum. Pemerintah dan lembaga terkait perlu melakukan upaya untuk menyederhanakan bahasa hukum tanpa mengorbankan esensi dari peraturan itu sendiri. Pendekatan yang lebih komunikatif dan inklusif dapat membantu mengurangi kesenjangan pemahaman antara masyarakat dan hukum.
Kepastian hukum merupakan salah satu prinsip utama dalam sistem hukum di Indonesia. Masyarakat dan para pelaku hukum harus bisa memahami dengan jelas apa yang diperintahkan, dilarang, atau diizinkan oleh hukum. Bahasa yang ambigu atau terlalu kompleks dapat menyebabkan penafsiran yang berbeda-beda terhadap suatu aturan hukum, yang pada akhirnya dapat mengarah pada ketidakpastian hukum.
Dalam praktiknya, ketidakpastian hukum ini sering kali terjadi karena peraturan perundang-undangan yang dirumuskan dalam Bahasa Indonesia masih mengandung
banyak istilah asing atau bahasa teknis yang tidak terdefinisi dengan jelas. Sebagai contoh, beberapa undang-undang menggunakan istilah due process of law atau discretionary power tanpa memberikan penjelasan yang memadai dalam Bahasa Indonesia. Akibatnya, interpretasi terhadap istilah-istilah ini bisa berbeda-beda antara satu pihak dengan pihak lainnya, yang tentu saja bisa menimbulkan kerancuan dalam penegakan hukum.
Oleh karena itu, penguatan Bahasa Indonesia sebagai alat kepastian hukum harus dimulai dengan standardisasi dan kodifikasi istilah-istilah hukum dalam Bahasa Indonesia yang dapat dimengerti oleh semua kalangan. Setiap istilah hukum asing harus diberikan padanan yang tepat dalam Bahasa Indonesia atau minimal dilengkapi dengan penjelasan yang jelas. Selain itu, penyusunan produk hukum harus mengutamakan kejelasan dan keterbacaan, sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam penafsiran.
Bahasa yang jelas juga berkaitan erat dengan transparansi dalam sistem hukum. Dalam negara yang menganut prinsip-prinsip demokrasi seperti Indonesia, hukum harus dapat diakses dan dipahami oleh publik agar masyarakat bisa menilai keadilan dari aturan yang ada. Transparansi dalam hukum adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban negara kepada rakyatnya. Produk hukum yang disusun dengan bahasa yang kompleks dan sulit dipahami cenderung membuat masyarakat merasa teralienasi dari sistem hukum itu sendiri.
Kurangnya transparansi hukum dapat menimbulkan berbagai masalah, mulai dari ketidakpercayaan terhadap institusi hukum hingga potensi manipulasi aturan oleh pihak pihak yang berkepentingan. Misalnya, kontrak bisnis atau perjanjian kerja sering kali ditulis dalam bahasa yang rumit sehingga pihak yang tidak memahami istilah-istilah hukum mungkin setuju pada kondisi yang sebenarnya tidak menguntungkan bagi mereka. Dalam hal ini, penguatan penggunaan Bahasa Indonesia yang transparan dan lugas dapat mencegah eksploitasi hukum oleh pihak yang lebih kuat atau lebih paham.
Dengan memperkuat Bahasa Indonesia sebagai bahasa hukum yang transparan, masyarakat akan memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi hukum. Ini pada gilirannya akan meningkatkan akuntabilitas institusi-institusi hukum dan memastikan bahwa hukum benar-benar berfungsi untuk melindungi kepentingan rakyat banyak, bukan hanya untuk kelompok tertentu.
Dalam beberapa tahun terakhir, upaya untuk memperkuat penggunaan Bahasa Indonesia dalam konteks hukum telah dilakukan oleh berbagai pihak. Salah satu contohnya adalah penyusunan Kamus Hukum Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kamus ini bertujuan untuk memberikan padanan istilah-istilah hukum asing dalam Bahasa Indonesia dan memperjelas makna dari istilah-istilah teknis hukum. Upaya ini merupakan langkah penting dalam menciptakan keseragaman dan konsistensi dalam penggunaan bahasa hukum.
Selain itu, perlu ada pelatihan berkelanjutan bagi para pembuat kebijakan, legislator, dan praktisi hukum mengenai penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam konteks hukum. Kurikulum pendidikan hukum di Indonesia juga harus memberikan perhatian lebih pada aspek bahasa hukum, sehingga para lulusan fakultas hukum memiliki kemampuan untuk merumuskan produk hukum dengan bahasa yang jelas dan mudah dipahami.
Penguatan Bahasa Indonesia dalam bidang hukum tidak hanya penting dari sisi linguistik, tetapi juga merupakan pilar keadilan, kepastian, dan transparansi hukum di Indonesia. Bahasa hukum yang jelas, sederhana, dan konsisten akan memudahkan masyarakat untuk memahami, mengakses, dan menjalankan hukum dengan benar. Pemerintah, lembaga hukum, dan masyarakat harus bekerja sama untuk terus memperkuat posisi Bahasa Indonesia sebagai alat yang mendukung tegaknya hukum yang adil dan inklusif.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman)*