HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Gabungan aktivis dari berbagai lembaga pemerhati lingkungan di Kaltim dan Samarinda menggelar aksi teatrikal di depan kantor Gubernur Kaltim, Rabu, 17 Maret 2021.
Mereka mengusung tema aksi “Abu batu bara dan limbah sawit adalah zat berbahaya dan beracun. Kembalikan ke daftar limbah B3”.
Pantauan di lapangan, peserta aksi jumlahnya tak banyak. Namun begitu, sejak pagi, anggota dari kepolisian telah berjaga-jaga untuk pengamanan.
Aksi berlangsung damai. Silih berganti perwakilan lembaga peduli lingkungan menyampaikan aspirasinya. Sementara dari pihak Pemprov Kaltim tidak tampak menemui peserta aksi.
Kepada awak media, FH Pokja 30 Buyung Marajo mengatakan, aksi yang dilaksanakan hari ini merupakan sikap lembaga-lembaga pemerhati lingkungan Kaltim kepada pemerintah yang telah menerbitkan PP Nomor 22/2021 tentang Penyelenggaraan, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Beleid ini, kata Buyung, menghapus limbah batu bara hasil pembakaran, yaitu fly ash dan bottom ash (FABA) dari kategori limbah berbahaya beracun (LB3). Tentunya, hal tersebut merugikan masyarakat. PP ini disebut sarat kepentingan kelompok tertentu.
“Mengingat Kaltim tempat industri terbesar sawit dan batu bara dan dengan dikeluarkannya PP itu artinya akan berdampak pada masyarakat. Kita kritik pada pemerintah untuk mengembalikan lagi limbah batu bara ke dalam peraturan pemerintah,” katanya.
“Keputusan yang berpihak pada industri energi kotor batu bara adalah kabar buruk bagi lingkungan hidup, kesehatan masyarakat dan masa depan transisi energi bersih terbarukan nasional,” lanjut dia.
Di Kaltim sendiri, ungkap Buyung, terdapat 1.404 izin pertambangan dan sedikitnya 180 izin perkebunan kelapa sawit. Dikhawatirkan, dengan terbitnya PP tersebut akan berdampak kerusakan di Bumi Etam yang membahayakan keselamatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
“Kaltim, kita tahu. Yang menghidupkan dan menerangi Pulau Jawa adalah Kalimantan Timur. Dan Kalimantan adalah proyek strategis nasional, artinya akan terjadi ekploitasi sumber daya alam besar-besaran. Selain itu, IKN di Kaltim, maka akan memerlukan pembangkit listrik dari sumber daya alam di sini, ” ujarnya.
Untuk itu, dia berharap kepada Pemprov Kaltim untuk melakukan evaluasi dan mengeluarkan kebijakan untuk mengatasi masalah-masalah di Kaltim, khususnya yang terkait dengan dampak buruk limbah batu bara dan kelapa sawit.
“Langkah Pemprov bisa dengan langkah hukum atau lobi politik. Jika tidak mempunyai manfaat untuk masyarakat, ya ditutup saja. Ini bukan kepentingan pusat, tapi kepentingan daerah harus diutamakan,” harapnya.
Direktur WALHI Kaltim Yohana Tiko mengatakan, dari sudut pandang WALHI, dikeluarkannya PP Nomor 22/2021 akan memperburuk kondisi yang ada. Ia menilai, peraturan terutama Omnibus Law dan turunannya, dibuat serampangan.
“Kita lihat tidak hanya batu bara, tapi juga kelapa sawit dalam pengelolaannya tidak terlaksana dengan baik, apalagi adanya PP Nomor 22 Tahun 2021,” katanya.
“2021 ini, karena di Kaltim, laporan yang masuk di WALHI terkait pencemaran limbah batu bara dan kelapa sawit terjadi 3 kasus. Masing-masing di Kutim 1 dan Kukar 2,” pungkasnya.
Penulis : Ningsih
Editor: MH Amal