HEADLINEKALTIM.CO – Kecelakaan maut yang terjadi di Gerbang Tol Ciawi, Bogor, pada Selasa malam (4/2/2025), mengungkapkan potret kelam di sektor angkutan logistik Indonesia. Truk yang membawa muatan air mineral menabrak sejumlah kendaraan yang tengah mengantre, menewaskan delapan orang. Kejadian ini kembali membuka percakapan tentang kondisi angkutan logistik yang semakin carut-marut dan minimnya perhatian terhadap pemeliharaan armada logistik yang kerap kali diabaikan oleh pengusaha.
Kecelakaan yang terjadi sekitar pukul 23.30 WIB diduga disebabkan oleh rem blong atau kemungkinan sopir yang mengantuk. Namun, penyebab utama yang lebih besar, menurut Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, adalah sistem angkutan logistik yang tidak terkelola dengan baik.
“Jika sektor angkutan logistik terus dibiarkan seperti ini, kecelakaan serupa akan terus terulang,” kata Djoko Setijowarno dalam wawancaranya dengan Pro3 RRI pada Rabu (5/2/2025). Djoko mengungkapkan bahwa minimnya biaya pemeliharaan kendaraan menjadi salah satu masalah utama, yang membuat pengusaha lebih sering memaksakan armada mereka berjalan meski dalam kondisi yang sangat tidak layak.
Tantangan Sektor Angkutan Logistik
Dalam pandangan Djoko, salah satu masalah mendasar dalam sektor angkutan logistik adalah tarif angkutan yang kini sepenuhnya dikembalikan pada mekanisme pasar, tanpa adanya pengaturan dari pemerintah. Dahulu, pemerintah menetapkan tarif batas bawah untuk angkutan logistik, tetapi kini tarifnya bergantung pada kesepakatan antara pemilik barang dan pengusaha angkutan. Hal ini menyebabkan pengusaha terpaksa menerima tarif rendah demi menjaga armada tetap berjalan, meskipun biaya perawatan kendaraan sangat terabaikan.
“Sekarang, tarif hanya berdasarkan kesepakatan antar pengusaha dan pemilik barang. Daripada tidak jalan, berapa pun tarifnya diterima, yang akhirnya menyebabkan perawatan kendaraan menjadi tidak terprioritaskan,” jelas Djoko lebih lanjut.
Selain soal tarif, masalah lain yang tak kalah penting adalah gaji sopir truk yang masih jauh dari standar kelayakan. Menurut Djoko, hingga saat ini Indonesia belum memiliki upah minimum yang layak bagi sopir truk. Hasil kajian MTI tahun lalu menunjukkan bahwa rata-rata gaji sopir truk berkisar antara Rp1 juta hingga Rp4 juta per bulan, sebuah angka yang dinilai sangat rendah mengingat risiko pekerjaan yang dihadapi sopir setiap harinya.
“Gaji sopir truk sangat rendah, tidak sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang berat dan berisiko tinggi. Selain itu, pungutan liar atau pungli juga menjadi masalah dalam sektor angkutan barang,” tambah Djoko.
Kecelakaan Maut Setiap Hari
Menurut catatan MTI, kecelakaan yang melibatkan angkutan logistik di jalan tol menjadi masalah yang terus berulang. Sebagian besar kecelakaan terjadi pada dini hari, antara pukul 00.00 hingga 06.00 pagi, ketika kondisi pengemudi sering kali lelah atau mengantuk. Kejadian kecelakaan yang melibatkan truk tersebut kerap kali berakhir dengan korban jiwa, seperti yang terjadi di Gerbang Tol Ciawi.
Kecelakaan maut yang terjadi kali ini menjadi titik sorotan penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk segera mengevaluasi kembali sistem angkutan logistik di Indonesia. Setiap kecelakaan yang terjadi tidak hanya menambah daftar panjang korban jiwa, tetapi juga mengguncang kepercayaan publik terhadap pengelolaan transportasi barang yang selama ini berjalan tanpa kontrol yang memadai.
Tanggung Jawab Pemerintah dan Pengusaha
Untuk mencegah kejadian serupa, Djoko menegaskan pentingnya peran pemerintah dalam mengatur ulang sektor angkutan logistik, mulai dari penetapan tarif yang lebih adil, hingga pemberian standar upah yang layak bagi sopir. Pengusaha juga diharapkan lebih peduli terhadap keselamatan armadanya dan tidak mengabaikan pemeliharaan kendaraan yang berisiko tinggi.
“Pemerintah harus turun tangan untuk membuat kebijakan yang lebih jelas. Tarif angkutan barang harus menguntungkan pengusaha, tapi juga memperhatikan kelayakan kendaraan dan keselamatan di jalan,” ungkap Djoko.
Sementara itu, pengusaha diharapkan dapat memprioritaskan keselamatan dan kenyamanan pengemudi, serta meningkatkan perawatan kendaraan agar tidak terjadi lagi kecelakaan yang merugikan banyak pihak. Kecelakaan maut di Gerbang Tol Ciawi ini seharusnya menjadi pelajaran berharga agar angkutan logistik di Indonesia lebih aman dan terkelola dengan baik.
Artikel Asli baca di rri.co.id
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim