HEADLINEKALTIM.CO, BALIKPAPAN – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim menggelar aksi di Kantor Otorita Ibu Kota Nusantara yang berada di Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis 15 Agustus 2024. Aksi ini adalah salah satu bentuk kritik ke pemerintah Indonesia melalui keputusan pembangunan megaproyek di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegera tersebut.
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir pembangunan itu terjadi berbagai bentuk perampasan ruang hidup, intimidasi dan sejumlah kriminalisasi, tidak adanya transparansi berkaitan dengan rencana pembangunan, turut menghancurkan pulau pulau lain hingga ancaman kebangkrutan karena penggunaan dana publik dengan jumlah fantastis.
Dinamisator JATAM Kaltim, Mareta Sari mengatakan jelang upacara peringatan HUT RI ke 79 di IKN, tumpukan permasalahan sosial ekologis dalam mega proyek ini justru menjadi hal yang diabaikan oleh Presiden Jokowi yang malah sibuk membuat kampanye palsu tentang Ibu Kota Baru tersebut.
“Melalui pembentukan Otorita IKN memiliki setidaknya 10 kewenagan khusus bertanggungjawab langsung kepada Presiden Jokowi. Dengan kewenangan yang demikian maka sangat awam bagi kita melihat bagaimana OIKN menjadi pemain utama yang paling aktif selama proses pembangunan tapak mega proyek ini,” katanya dalam keterangan yang diterima media ini, Kamis 15 Agustus 2024.
Otorita IKN memiliki kewenangan mulai dari pemberian izin penanaman modal, kemudahan bagi pelaku usaha, memberikan fasilitas khusus kepada pihak yang mendukung, memberikan pengembangan kota, mengelola keuangan dan aset.
Kemudian, kewenangan Otorita IKN lainnya bisa mengatur dan memungut sendiri pajak daerah, mengatur penguasaan tanah dengan hak khusus dan prioritas untuk pembelian tanah, mengatur perlindungan lingkungan hidup, mengatur bencana dan melaksanakan pertahanan dan keamanan.
Dikatakan Mareta Sari, OIKN sebagai salah satu perangkat yang ditugaskan untuk pembangunan berjalan sesuai arahan presiden justru menjadi agen perampasan ruang hidup dan penyingkiran masyarakat adat dan lokal.
“Terbukti dengan adanya surat peringatan kepada setidaknya 200 pemilik tanah dan bangunan pada Maret 2024 lalu, untuk segera angkat kaki dengan alasan tidak sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang IKN yang berada di 4 kelurahan,” ujar Mareta Sari.
Jumlah konflik tanah karena adanya prostes masyarakat juga tidak mampu ditangani secara adil dan transparan oleh OIKN hingga kriminalisasi yang dihadapi oleh sejumlah petani akibat kehadiran Bank Tanah dalam proyek pendukung IKN seperti pembangunan fasilitas VVIP.
“Target ambisius Jokowi dalam membangun Ibu Kota Baru pada masa kepemimpinannya di periode ke 2 kali ini pun sangat melenceng dari waktu yang digembar gemborkan hingga kemunduran Kepala OIKN beserta wakilnya pada 2 bulan lalu juga mengindikasikan adanya permasalahan dalam tubuh OIKN sendiri,” kata Mareta Sari.
Selain itu, sejak awal JATAM Kaltim bersama dengan koalisi masyarakat sipil juga mempertanyakan siapa yang akan mendulang keuntungan dari mega proyek bernilai Rp 466 triliun ini. Sebab, penentuan lokasi pembangunan Ibu Kota Baru Indonesia ini sangat tidak partisipatif dan tidak memiliki data pendukung yang mudah diakses dan transaparan.
Hal ini dibuktikan dengan kemenangan gugatan informasi publik oleh JATAM Kaltim untuk 2 proyek pembangunan infrastruktur air yang pada putusan KIP dimenangkan, tetapi saat ini justru keputusan tersebut dibanding oleh pihak KemenPUPR RI. Hal ini yang menyebabkan hingga saat ini infomasi tentang Amdal intake Sepaku misalnya belum diperoleh. (*/red)
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim