src="https://news.google.com/swg/js/v1/swg-basic.js"> 5 Fakta Penting Skizofrenia: Dokter RSJ Samarinda Tegaskan Peran Keluarga

5 Fakta Penting Skizofrenia: Dokter RSJ Samarinda Tegaskan Peran Keluarga

2 minutes reading
Monday, 23 Jun 2025 14:10 75 gleadis

HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Skizofrenia, salah satu bentuk gangguan jiwa berat, memerlukan perhatian lebih dari sisi medis maupun sosial. Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan mental, peran keluarga dinilai sangat vital dalam mendampingi pasien skizofrenia, terutama untuk menstabilkan kondisi dan mencegah kekambuhan.

Penegasan ini disampaikan oleh Citra Rahmadani, dokter dari Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda, dalam pernyataan resmi pada Minggu (23/6/2025).

“Peran keluarga menjadi sangat krusial dalam pendampingan penderita gangguan jiwa, khususnya skizofrenia, untuk membantu mereka mencapai stabilitas dan mengurangi kekambuhan,” ujarnya.

Menurutnya, skizofrenia adalah kondisi medis kronis yang membutuhkan penanganan berkelanjutan, sebagaimana halnya dengan penyakit seperti hipertensi atau diabetes. Walau tidak setinggi kasus depresi atau kecemasan, dampaknya terhadap individu, keluarga, dan lingkungan sangat signifikan, sehingga pemahaman dari keluarga menjadi hal mendasar.

Skizofrenia umumnya ditandai dengan halusinasi (baik visual maupun auditorik) dan delusi seperti waham paranoid.

“Ini adalah tahapan gangguan jiwa yang paling berat,” tegas Citra, menggambarkan kompleksitas kondisi ini.

Namun, ia menambahkan, gangguan ini tidak muncul secara tiba-tiba dalam kondisi parah. Ada tanda-tanda awal seperti perubahan drastis dalam kebiasaan mandi, bicara sendiri, gangguan tidur, hingga menarik diri dari lingkungan sosial.

Citra memaparkan bahwa faktor biologis seperti genetika memainkan peran besar. Jika salah satu orang tua memiliki riwayat skizofrenia, potensi anak mengalami kondisi serupa juga meningkat. Selain itu, penyalahgunaan narkoba dalam jangka panjang dan dosis tinggi dapat memicu kerusakan fungsi otak.

Dari sisi psikologis dan sosial, pola asuh yang buruk, perundungan (bullying), trauma emosional, hingga belajar agama secara mandiri tanpa bimbingan juga dapat memicu gangguan ini.

“Skizofrenia itu ibarat penyakit kronis seperti diabetes atau hipertensi. Penderita tidak bisa sembuh sempurna, namun kondisinya bisa stabil dengan pengobatan dan gaya hidup yang terkontrol,” jelas Citra.

Karena itu, ia kembali menekankan pentingnya edukasi kepada keluarga agar tidak menyikapi penderita dengan stigma atau penolakan.

“Keluarga perlu menyadari bahwa gangguan jiwa adalah kondisi medis yang memerlukan penanganan dan dukungan berkelanjutan,” ujarnya, seperti dikutip dari Kaltim.antaranews.com.

Artikel Asli baca di antaranews.com

 

Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya

LAINNYA