HEADLINEKALTIM.CO, SANGATTA – Terjadinya pandemi COVID-19, membuka mata kita. Ternyata, ini bukan saja berbicara soal penyebaran virus yang mematikan. Pandemi juga memperjelas perihal bagaimana era Industri 5.0 menjadi bangunan utuh, sistematik, yang begitu kuat memengaruhi peradaban.
Di era ini, teknologi telah mampu menyabet pekerjaan yang selama ini dilakukan oleh manusia. Dimulai tahun 1780 dimana industri 1.0 yang menumpu pada mesin. Lalu, berlanjut pada tahun 1900 industri masuk ke 2.0 dengan temuan listrik, industri 3.0 di tahun 1970 bertumpu pada komputer sebagai sebuah perangkat yang meminimalisir keruwetan manusia.
Dilanjutkan industri 4.0 di tahun 2000 dimana internet mempercepat penetrasi segala lini kehidupan hingga berujung industri 5.0 yang berpotensi perdagangan cepat lintasdunia. Bagaimana seharus media massa menyesuaikan diri di era ini?
Hal tersebut dibahas dalam gelaran Webinar Kalsul Series #6 yang berlangsung pada Rabu 7 Oktober 2020 dengan tema Media Digital, Kini & Tantangan Masa Depan. Hadir sebagai pemateri yakni CEO Media Group M. Mirdal Akib, Wahyu Muryadi yang merupakan salah satu wartawan senior, serta anggota DPR-RI Dyah Roro Esti.
Webinar dibuka oleh Kepala SKK Migas Kalsul Syaifudin. Dia membeberkan dampak COVID-19 yang luar biasa bagi industri Migas. Bahkan, para jurnalis di wilayah Kalimantan & Sulawesi juga merasakan bagaimana pandemi mengubah pola kebiasaan.
“Media atau wartawan merupakan mitra strategis, mari kita jadikan adanya COVID-19 sebagai refleksi bagi kita semua untuk berubah menjadi lebih baik,” ujarnya di hadapan ratusan peserta webinar, kebanyakan merupakan jurnalis dari berbagai media di Kalimantan dan Sulawesi.
Dyah Roro membahas bagaimana industri 5.0 akan menganggu industri secara global. Yakni mulai dari bisnis media, telekomunikasi, layanan keuangan, ritel hingga warung kelontongan, teknologi, asuransi, bank, rumah sakit atau kesehatan, hingga sektor pendidikan.
“Saat ini akan ada 375 juta pekerja di seluruh dunia, akan berpindah pekerjaan sebagai akibat dari adanya AI (kecerdasan buatan), digitalisasi dan automatisasi di 2030. Bahwa fungsi-fungsi manusia dalam era digitalisasi akan digantikan oleh sistem AI & robotik. Hal ini untuk di Asia dapat dilihat bagaimana ini dijalankan penuh oleh China dan separuh oleh Korea Selatan,” ungkapnya.
Hasil kajian Boston Consulting Group untuk Kementerian Kominfo pada tahun 2017, ada multiplier effect untuk ekonomi digital di Indonesia dari rentang tahun 2020-2026 mendatang. Hasil dari digital dividen untuk internet broadband, yakni terdapat 181 ribu penambahan kegiatan usaha baru, 232 ribu penambahan lapangan pekerjaan baru, terjadi peningkatan pendapatan negara dalam bentuk pajak dan PNBP yakni sebesar USD. 5,5 miliar atau setara Rp 77 triliun.
Sementara, Mirdal menekankan, media massa konvensional terancam punah bak dinosaurus pada jutaan tahun lampau. Itu jika tak mampu menyesuaikan diri pada era digitalisasi. Di bidang industri, dia mencontohkan produsen Ponsel Nokia dan  kamera analog seperti Kodak yang kini tinggal nama.
“Saya ambil contoh Metro TV, tidak bisa menggunakan jumlah tenaga kerja yang sama, termasuk pola yang seperti sekarang. Untuk itu kami mendisrupsi diri sendiri, dimana kita tidak saja menebarkan iklan di televisi namun juga masuk ke media sosial dan platfrom digital lainnya. Bahkan, bagian IT yang bertindak menjadi perusahaan tersendiri, dan menghasilkan yang namanya Medcom.id dan Metrotvnews.com. Inilah cara yang dilakukan sebagai cara menghadapi arus Industri 5.0,” jelasnya lebih jauh.
Penulis: RJ Warsa