HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Presiden Joko Widodo telah meneken aturan baru yang mengatur sanksi pelanggaran disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN) yakni Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tertanggal 31 Agustus 2021.
Kepala BKD Provinsi Kaltim Didi Rusdiansyah mengakui belum membaca lebih detail mengenai peraturan anyar tersebut. “Saya belum membaca peraturan yang baru ini,” ujarnya, Jumat kemarin.
Namun, kata dia, jika peraturan tersebut sudah terbit, maka segera berlaku se-Indonesia. Hanya saja, pihaknya belum mendapatkan petunjuk teknis (Juknis) Perpres tersebut. “Kita akan menunggu petunjuk teknis pelaksanaannya. Biasanya itu, apakah Menpan-RB (Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) atau BKN (Badan Kepegawaian Negara) karena itu kan secara umum. Jadi secara khusus, nanti diterjemahkan dalam drafnya. Kita tunggu saja,” sebut Didi.
Dia menjelaskan, peraturan Presiden Jokowi terkait sanksi pemecatan pada ASN yang membolos tersebut merupakan turunan dari peraturan yang telah dikeluarkan sebelumnya.
Terkait sanksi pemberhentian seorang ASN, tentu tidak dilakukan dengan sertamerta. Melainkan melalui beberapa tahapan. “Itukan sudah ada yang mengaturnya soal sanksi pegawai, sudah diatur. Jadi ini bukan tambahan, tapi turunan saja. Kalau ada kasus, ya dilaksanakan sesuai petunjuk, itu yang terakhir. Apakah mengartikan yang sebelumnya, karena sebelumnya kan sudah ada terkait disiplin itu. Atau mau menambahkan lagi dengan Undang-undang yang ada itu, nanti kita pelajari dulu. Tapi selama ada Juknisnya, dijalankan. Sekali lagi, itu hanya penegasan saja, tidak langsung diberhentikan,” terangnya.
Terkait dengan sanksi pemberhentian ASN, dikatakan Didi, aturan serupa juga dilaksanakan pada ASN yang bermasalah dengan hukum. Namun, pemberhentian ASN berjangka waktu yakni selama yang bersangkutan menjalani proses hukum.
“Memang bisa diberhentikan sementara waktu istilahnya, itu yang lama dulu begitu. Kalau ada masalah hukum, biasanya diberhentikan sementara waktu. Itu sudah biasa kita lakukan. Jadi kalau ada kasus hukum yang sudah masuk di kepolisian atau tahapan sidang, itu diberhentikan sementara waktu si ASN yang bersangkutan supaya memberikan kesempatan pada PNS untuk berkonsentrasi menghadapi masalahnya,” bebernya.
Dikutip dari liputan6.com, PP 94 mengatur kewajiban dan menghindari larangan yang sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5. PNS yang tidak menaati ketentuan tersebut, dapat dijatuhi hukuman disiplin, mulai dari hukuman ringan, sedang, hingga berat.
“PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 5 dijatuhi hukuman disiplin,” bunyi Pasal 7.
Tingkat hukuman disiplin PNS dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat. Jenis hukuman disiplin ringan dapat berupa:
- Teguran lisan
- Teguran tertulis atau
- Pernyataan tidak puas secara tertulis.
Sementara itu jenis hukuman disiplin sedang dapat berupa:
- Pemotongan tunjangan kinerja (tukin) sebesar 25 persen selama enam bulan;
- Pemotongan tukin sebesar 25 persen selama sembilan bulan, atau
- Pemotongan tukin sebesar 25 persen selama 12 bulan.
Adapun jenis hukuman disiplin berat dapat berupa:
- Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan
- Pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan; atau
- Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Semua ketentuan mengenai tingkat dan jenis hukuman disiplin PNS ini tercantum dalam Pasal 8.
Pelanggaran Terhadap Ketentuan Masuk Kerja dan Jam Kerja
Salah satu aturan yang tertuang dalam PP 94/2021 adalah mengenai disiplin masuk kerja dan jam kerja. PNS yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati jam kerja, dapat dikenakan hukuman disiplin dengan ketentuan sebagai berikut: Untuk pelanggaran tingkat ringan, hukuman dapat berupa:
- Teguran lisan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama tiga hari kerja dalam satu tahun;
- Teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 4-6 hari kerja dalam satu tahun;
- Pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 7-10 hari kerja dalam satu tahun.
Sementara untuk pelanggaran tingkat sedang, hukuman dapat berupa:
- Pemotongan tukin sebesar 25 persen selama 6 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 11-13 hari kerja dalam satu tahun;
- Pemotongan tukin sebesar 25 persen selama 9 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 14-16 hari kerja dalam satu tahun;
- Pemotongan tukin sebesar 25 persen selama 12 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 17-20 (dua puluh) hari kerja dalam satu tahun.
Selanjutnya untuk pelanggaran tingkat berat, hukuman dapat berupa:
- Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 21-24 hari kerja dalam satu tahun;
- Pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 25- 27 hari kerja dalam satu tahun.
- Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 28 hari kerja atau lebih dalam satu tahun;
- Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerus selama 10 hari kerja.
“PNS yang tidak masuk kerja dan tidak menaati ketentuan jam kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerus selama 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d angka 4) diberhentikan pembayaran gajinya sejak bulan berikutnya,” demikian bunyi Pasal 15 ayat (2).
Larangan di Pilkada
Di dalam PP 94/2021 ditegaskan bahwa PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon presiden/wakil presiden, calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta calon anggota DPR/DPD/DPRD, dan yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai hukuman sedang hingga berat.
Hukuman sedang diberikan kepada PNS yang memberikan dukungan dengan cara menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS.
Sementara itu, sanksi berupa hukuman berat diberikan kepada PNS yang memberikan dukungan dengan cara:
- Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain;
- sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
- membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye;
- mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau
- memberikan surat dukungan disertai fotokopi KTP atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.
Penulis: Ningsih
Editor: MH Amal