HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Sejumlah orang yang tergabung dalam Aliansi Barisan Merah menggelar aksi solidaritas di simpang empat Mal Lembuswana, Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Sabtu 14 November 2020.
Aliansi ini menuntut pembebasan dua mahasiswa yang ditahan di Polresta Samarinda usai aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di depan gedung  Dewan Perwakikan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, pada hari Kamis 5 November 2020 lalu.
Pada aksi 5 November tersebut, ada sembilan mahasiswa ditahan oleh Polresta Samarinda. Namun, tujuh mahasiswa sudah dibebaskan. Adapun dua mahasiswa lainnya ditahan lalu ditetapkan sebagai tersangka.
Koordinator Aksi Clara Zein dari Lingkar Studi Kerakyatan, di lokasi aksi sore tadi, mengatakan, mereka meminta pembebasan dua mahasiswa tersebut.
“Aksi kali ini meminta dibebaskan kawan-kawan yang ditangkap pada aksi sebelumnya. Kami juga tetap menyuarakan pencabutan Omnibuslaw UU Cipta Kerja,” ungkapnya.
Mereka juga menyayangkan kepolisian yang represif terhadap peserta aksi. “Massa aksi yang spontan tentunya ada tindakan-tindakan seperti itu. Namun, malah kawan – kawan yang ditangkap diadili, aparat tindakan represif yang tidak diadili. Makanya tidak hanya bantuan hukum saja, tetapi dengan aksi ini kami mendorong solidaritas kawan – kawan agar mereka segera dikeluarkan dari tahanan,” tegasnya.
Diketahui, anggota DPRD Kaltim juga terus mengupayakan penangguhan penahanan kedua mahasiswa Samarinda tersebut.
Dua mahasiswa pengunjuk rasa ditetapkan tersangka adalah FR, 24 tahun, mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Negeri Samarinda; dan WJ, 22 tahun, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Mulawarman.
FR ditetapkan tersangka setelah diduga membawa senjata tajam (sajam) berupa badik saat kericuhan hari itu. Polisi mengamankan barang bukti badik sepanjang 25 sentimeter dan menjerat FR dengan Undang-Undang Darurat kepemilikan sajam.
Sedangkan WJ ditetapkan tersangka setelah diduga melakukan penganiayaan dengan melempar batu ke halaman kantor DPRD Kaltim hingga melukai seorang anggota polisi. WJ juga didiga melakukan pengerusakan pagar utama Kantor DPRD Kaltim. Dugaan tersebut diperkuat bukti-bukti dikumpulkan kepolisian berupa foto dan video. WJ dijerat Pasal 351 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan dengan ancaman dua tahun delapan bulan penjara.
Penulis: Riski
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim