HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Sedikitnya 130 dugaan praktik politik uang terjadi selama pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 se Indonesia.
Dugaan ini meliputi berbagai tahapan Pilkada, mulai dari masa kampanye hingga pemungutan suara. Dari total dugaan itu, ada 71 di antaranya merupakan laporan pembagian uang, dengan 11 kasus hasil pengawasan Bawaslu dan 60 laporan dari masyarakat.
Selain itu, terdapat 50 dugaan potensi pembagian uang, terdiri dari 11 kasus hasil pengawasan dan 39 laporan masyarakat. Saat pemungutan suara, delapan dugaan pembagian uang juga muncul, dengan satu kasus hasil pengawasan dan tujuh lainnya dari laporan masyarakat.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) juga banyak menerima laporan dari masyarakat. Namun, sangat sedikit yang bisa ditindaklanjuti.
Praktik politik uang yang sering kali disebut “serangan fajar,” masih menjadi tantangan dalam proses demokrasi di Indonesia. Meski kerap ditemukan di lapangan, Bawaslu Kaltim belum mengungkapkan detail jumlah tindakan hukum yang diambil berdasarkan laporan tersebut.
Bawaslu berharap masyarakat lebih proaktif memberikan bukti kuat dalam setiap laporan. Hal ini diharapkan dapat mempersempit ruang gerak praktik politik uang yang merusak integritas Pilkada.
Ketua Bawaslu Kaltim Hari Darmanto menjelaskan, Bawaslu hanya memiliki waktu lima hari kalender untuk menyelidiki setiap laporan politik uang. Waktu yang terbatas menjadi kendala dalam memverifikasi laporan.
“Laporan dari masyarakat banyak, tetapi banyak juga yang tidak cukup bukti. Kami hanya bisa melakukan penyelidikan, tanpa wewenang memaksa terduga untuk hadir,” jelasnya. (min)
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim