HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Pendokumentasian bahasa, khususnya pada bahasa-bahasa yang terancam punah sangat penting dilakukan untuk mempertahankan dan melestarikan warisan budaya yang kaya dan beragam.
Melestarikan bahasa yang merupakan bagian integral dari budaya suatu komunitas, termasuk salah satu upaya melestarikan warisan budaya. Ketika sebuah bahasa punah, pengetahuan, tradisi lisan, cerita rakyat, dan kearifan lokal yang terkandung dalam bahasa tersebut juga akan turut hilang.
Kepunahan suatu bahasa sebagai ekspresi dari identitas budaya suatu komunitas berarti kehilangan bagian dari identitas kolektif dan sejarah suatu kelompok.Kepunahan suatu bahasa melanda hampir seluruh wilayah di Nusantara, tidak terkecuali bahasa-bahasa yang ada di Provinsi Kalimantan Timur.
Provinsi ini merupakan rumah bagi beragam kelompok etnis dan suku bangsa yang masing-masing memiliki bahasa dan dialeknya sendiri. Terdapat 16 bahasa di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, 12 diantaranya adalah bahasa lokal yang dituturkan oleh suku-suku asli di wilayah tersebut.
Enam di antara bahasa lokal tersebut masuk dalam kategori terancam, diantaranya adalah bahasa Paser, Kenyah, dan Kutai. Penyebab utama bahasa itu terancam punah adalah menurunnya penggunaan bahasa dan pergeseran bahasa.
Hal ini terjadi ketika penutur bahasa mulai meninggalkan bahasa ibunya dan bergeser ke bahasa disekitarnya yang lebih dominan secara politik, ekonomi, sosial, budaya, dan penuturnya berada di bawah tekanan untuk beralih ke bahasa dominan.
Lalu bagaimana nasib bahasa Dayak Tunjung (Tonyooi) yang berada di Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur? Berdasarkan hasil kajian vitalitas bahasa, status bahasa Tunjung (Tonyooi) termasuk dalam kategori bahasa daerah yang terancam punah.
Hal itu terjadi karena bahasa tersebut sudah tidak digunakan lagi dalam ranah rumah tangga oleh penuturnya. Orang tua lebih cenderung mengajarkan bahasa Indonesia kepada anak-anaknya agar lebih mudah berkomunikasi di ranah pendidikan dan masyarakat.
Dengan demikian, generasi muda sebagai pewaris tidak lagi menggunakan bahasa daerah tersebut dalam berkomunikasi sehari-hari. Selain itu, perkawinan campur antarsuku juga menyebabkan orang tua cenderung menggunakan atau mengajarkan bahasa Indonesia kepada anak-anak mereka.
Keterancaman bahasa Dayak Tunjung juga disebabkan oleh penutur yang cenderung bilingual dan multilingual. Bilingual terjadi karena penutur bahasa Dayak Tunjung juga menggunakan bahasa Benuaq.
Penutur bahasa Dayak Tunjung juga dapat beradaptasi dengan mitra tutur lainnya atau dari etnis lainnya, seperti Banjar, Kutai, dan Jawa. Tingginya kontak ini mengancam vitalitas Bahasa Dayak Tunjung dan menggeser penggunaannya ke bahasa daerah lain yang dianggapnya lebih bergengsi.
Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara ke Kalimantan Timur akan membawa pendatang yang lebih banyak dan mengakibatkan kontak bahasa antara penutur bahasa Dayak Tunjung dan pendatang baru akan semakin tinggi. Kondisi ini dikhawatirkan dapat membuat bahasa Dayak Tunjung semakin kehilangan penutur jatinya.
Melihat fenomena tersebut, para periset dari Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merasa perlu untuk melakukan pendokumentasian terhadap bahasa Dayak Tunjung yang diambang kepunahan.
Kegiatan pendokumentasian yang diketuai oleh Dr. Dwiani Septiana, S.S., M. Hum. beserta lima periset dari Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra BRIN dan seorang dosen dari Universitas Palangkaraya ini dilaksanakan di Desa Ngeyan Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Kabupaten Kutai Barat, dari tanggal 1—22 Mei 2024.
Selama kegiatan pendokumentasiaan bahasa Dayak Tunjung berlangsung, para periset dibantu oleh 20 orang pembantu lapangan yang juga sebagai penutur asli bahasa Dayak Tunjung. Beberapa orang mereka, yaitu Bapak Jenamo, Ibu Emrensiana Prininsia (Kasi Pendidikan dan Kesehatan Kecamatan Barong Tongkok), Bapak Petrus Kanisius Saun, dan Petinggi Kampung Balok Asa, Bapak Siswanto.
Perekaman dan pengambilan data di lakukan di Desa Ngenya Asa dan juga di Kantor Kecamatan Barong Tongkok. Data diperoleh melalui perekaman dan hasil wawancara oleh penutur asli.
Dalam proses pendokumentasian ini, periset menggabungkan dua disiplin ilmu, untuk menciptakan hasil dokumentasi bahasa yang berkelanjutan dan dapat diakses secara luas oleh masyarakat pengguna bahasa.
Pemerosesan data alami (NLP) adalah domain interdisipliner yang menggabungkan linguistik dan kecerdasan buatan (AI) untuk memungkinkan komputer untuk memahami bahasa manusia atau bahasa alami. NLP memiliki kemampuan untuk melengkapi dan mengeksploitasi hasil dokumentasi bahasa melalui pengembangan teknologi bahasa yang dapat berkontribusi untuk meningkatkan status vitalitas bahasa yang terancam, salah satunya bahasa Dayak Tunjung.
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim