src="https://news.google.com/swg/js/v1/swg-basic.js"> Jidat Hitam: Apakah Benar Tanda Kesalehan atau Hanya Mitos?

Jidat Hitam: Apakah Benar Tanda Kesalehan atau Hanya Mitos?

3 minutes reading
Wednesday, 16 Oct 2024 12:44 73 gleadis

HEADLINEKALTIM.CO – Banyak orang percaya bahwa jidat hitam, atau bekas sujud, adalah tanda seseorang yang saleh dan rajin beribadah. Dalam Islam, bekas ini sering kali dikaitkan dengan seseorang yang sering bersujud dalam salat, namun benarkah demikian? Mitos ini semakin marak di kalangan umat Islam, bahkan sebagian orang cenderung berlomba-lomba menonjolkan jidat hitam sebagai tanda kesalehan.

Dalam literatur Islam dikutip Detik.com, tanda hitam di jidat dikenal sebagai atsar as-sujud. Menurut pandangan umum, semakin sering seseorang bersujud, semakin besar kemungkinan tanda hitam ini muncul. Ini diperkuat dengan Surah Al-Fath ayat 29, yang sering kali dijadikan rujukan oleh sebagian umat Islam:

سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْدِ ۗ…

Artinya : “Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud (bercahaya).”

Namun, para ulama dan cendekiawan Islam menafsirkan ayat ini dengan lebih mendalam. Banyak yang sepakat bahwa ayat tersebut tidak merujuk pada tanda fisik di jidat, melainkan tanda non-fisik seperti wajah yang berseri-seri, kelapangan hati, dan perilaku tawaduk. Seperti yang dijelaskan oleh ulama Ash-Shawi, ayat tersebut tidak serta merta merujuk pada tanda hitam yang sengaja ditonjolkan, bahkan hal ini bisa dianggap riya atau pamer.

Sebuah hadits menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menyukai orang yang memiliki tanda hitam di antara kedua mata. Hadits ini mengajarkan bahwa fokus dalam beribadah seharusnya bukan pada tampilan fisik yang bisa menimbulkan kesan riya. Ulama seperti al-Biqa’i menekankan bahwa tanda hitam yang sengaja dibuat justru bisa menjadi tanda keangkuhan dalam beribadah, seperti yang ditunjukkan oleh kelompok Khawarij di masa lalu.

Menurut pandangan sejarah, kelompok Khawarij sering menonjolkan bekas hitam di jidat sebagai bukti bahwa mereka adalah ahli ibadah. Sikap semacam ini harus dihindari, kecuali jika tanda tersebut muncul secara alami dan tanpa niat untuk pamer.

Menurut penjelasan ulama seperti Syekh ‘Utsaimin, tanda hitam di jidat lebih disebabkan oleh kondisi fisik seseorang, seperti kulit yang tipis dan rentan terhadap gesekan. Bekas hitam ini bukanlah tanda khusus dari keimanan atau kekhusyukan, melainkan hasil dari tekanan kulit pada tempat sujud.

Faktor seperti jenis kulit, frekuensi sujud, dan kondisi fisik lainnya sangat memengaruhi kemunculan tanda hitam tersebut. Bagi mereka yang memiliki kulit tebal, tanda hitam ini mungkin tidak akan muncul meskipun rajin beribadah, sementara bagi yang memiliki kulit tipis, tanda tersebut bisa lebih mudah terlihat. Dengan kata lain, tanda hitam bukanlah penanda pasti kesalehan seseorang.

Para ulama menegaskan bahwa ukuran kekhusyukan dalam ibadah tidak ditentukan dari tanda fisik, melainkan dari keikhlasan dan kebaikan perilaku seseorang. Ibadah yang dilakukan dengan hati yang khusyuk dan tawaduk justru akan membuat wajah seseorang bercahaya dan memancarkan kebahagiaan serta akhlak yang baik. Bekas sujud yang sebenarnya adalah pancaran kebaikan dan kebajikan yang terlihat dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekadar tanda hitam di jidat.

Pendapat ini didukung oleh ulama seperti Al-Sadiy, yang menyatakan bahwa orang yang mendirikan salat dengan khusyuk akan memiliki wajah yang bersinar di siang harinya. Ini adalah bentuk bekas sujud yang sejati—wajah yang memancarkan cahaya keimanan dan kesalehan, bukan tanda fisik yang dapat menimbulkan kesan riya.

Artikel Asli baca di Detik.com

 

Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim

LAINNYA