src="https://news.google.com/swg/js/v1/swg-basic.js">
HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Masih ingat kasus penganiayaan yang menimpa seorang pengendara ojek online (Ojol) bernama Mahadir Maulana (35) pada 6 September 2020 silam? Pelaku bernama Ariaji Ardiansyah menebasnya dengan senjata tajam di simpang empat kawasan Air Putih. Ternyata, pelaku berusia 31 tahun ini disebut mengidap gangguan kejiwaan.
Fakta ini diungkap Polsek Samarinda ulu Polresta Samarinda, Kaltim, saat menggelar pers rilis perkembangan kasus itu. Kepolisian mengaku telah melakukan observasi selama 14 hari di Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada.
“Karena saat dilakukan pemeriksaan keterangan pelaku ini cenderung berubah-ubah, bahkan tidak mengakui perbuatannya,” ucap Kapolsek Samarinda Ulu, AKP Ricky Sibarani melalui Kanit Reskrim Ipda M Ridwan, Rabu 11 November 2020.
Rusniwati Ayu Syafitri, kuasa hukum tersangka. (sumber: istimewa)
Setelah mempelajari riwayat pelaku, polisi menemukan bahwa warga Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) tersebut memiliki kartu kuning alias kartu berobat jalan.
Atas dasar tersebut, Korps Bhayangkara lantas melakukan observasi meski proses penyidikan perkara terus berjalan. “Hasilnya, ditemukan ada gangguan jiwa berat atau psikotik, dan (Ariaji Ardiansyah) tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya,” imbuh perwira balok emas satu di pundak ini.
Meski demikian, pemberhentian proses hukum tak langsung begitu saja. Sebab, berkas perkara telah mendapatkan status P18 dan P19 berdasarkan hasil penelitian kejaksaan.
“Pihak jaksa penuntut umum (JPU) memberikan kedua berkas tersebut berdasarkan hasil yang keluar dari RSJD. Sehingga didasarkan Pasal 44 KUHP menyebutkan bahwa, pelaku yang mengalami gangguan jiwa dan tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, tidak dapat dipidana,” ucapnya.
Atas dasar itu, pihak kepolisian melakukan gelar perkara dan sepakat menghentikan kasus ini. Selanjutnya, petugas berwajib akan melakukan koordinasi kepada pihak keluarga pelaku untuk mengembalikan Ariaji Ardiansyah ke RSJD Atma Husada.
“Setelah itu, pihak penyidik membuat laporan ke JPU. Sehingga JPU bisa menghentikan tuntutannya di kejaksaan,” tandasnya.
Kuasa hukum tersangka yakni Rusniwati Ayu Syafitri selama proses penahanan sampai kembali dilimpahkannya ke RSJD Atma Husada telah mengikuti semua aturan hukum yang berlaku.
“Kami menerima dengan ucapan terima kasih akhirnya keadilan masih ada,” jelas Rusniwati.
Lanjut Rusniwati, setiap manusia mempunyai hak yang sama. Kliennya, Ariaji Ardiansyah telah mendapatkan haknya.
Meski telah dipastikan bebas dari jeratan hukum, namun pihak keluarga pelaku tetap akan menyampaikan permohonan maafnya kepada korban serta memberikan santunan bersifat tali asih.
Disebutkan, Ariaji Ardiansyah sejak 2017 telah menjalani perawatan di RSJD Atma Husada Mahakam. Meski sempat dipulangkan, namun pada Desember 2019 Ariaji Ardiansyah kembali menjalani perawatan intensif sampai dengan Februari 2020.
Bahkan, Ariaji Ardiansyah dikabarkan pernah menjalani rawat inap di rumah sakit jiwa di Kota Bogor selama enam bulan. “Ini ada hal yang krusial untuk diklarifikasi, klien kami mengalami gangguan jiwa bukan dari lahir. Tetapi karena klien kami korban penyalahgunaan narkotika maka psikisnya sedikit terganggu,” ujar Rusniwati.
“Diagnosisnya sudah disampaikan, makanya saya sangat legowo karena klien saya mendapatkan keadilan. Kembali kepada keputusan keluarga korban, karena bagaimanapun juga kami sangat berempati dengan korban karena dia adalah tulang punggung keluarga. Cuman nanti santunannya tergantung kemampuan dari keluarga klien kami,” pungkasnya.
Perkara hukum yang disimpulkan penyidik terhadap pelaku Ariaji Ardiansyah (31), disanggah oleh kuasa hukum korban, Hari Siahaan.
Hari Siahaan, kuasa hukum korban. (sumber: istimewa)
Hari menuturkan kalau rencana pembebasan hukum kepada Ariaji Ardiansyah ini terkesan kacau. Sebab pada Februari 2020, tersangka pembacokan ini telah dinyatakan sembuh oleh pihak RSJD Atma Husada Mahakam. “Jadi dia (Ariaji Ardiansyah) sudah bisa dikenakan tindakan melanggar hukum,” ujarnya, Rabu 11 November 2020.
Melihat ketidakadilan yang dialami oleh kliennya yang bernama Mahadir Maulana (35), Hari mengaku akan menempuh jalur hukum yang lebih keras. “Kita ajukan lagi kasus ini ke kejaksaan dan ke Propam. Karena kasus ini sudah berjalan tidak jelas,” ucapnya.
Dia juga mengungkapkan, pihak kepolisian mengatakan kalau pelaku mengalami gangguan jiwa berat. Akan tetapi penetapan Pasal 44 KUHP itu tak disertakan dari awal penangkapan tersangka.
“Kalau memang dari awal ya kita enggak masalah. Tapi, ini kan karena narkotika (gangguan jiwa), kenapa tidak dari awal pihak keluarga melakukan rehabilitasi ke BNN, jadi di situ kami menilai adanya pembiaran dari pihak keluarga korban,” jelasnya.
Ditambahkannya, jika tersangka benar masih mengidap gangguan jiwa berat, maka seharusnya saat hari kejadian itu pihak keluarga tidak membiarkan Ariaji Ardiansyah berkebun sambil membawa parang. “Hingga akhirnya membacok klien kami,” sebutnya.
Pihak korban akan tetap menyanggah semua upaya penangguhan yang dilakukan kepada tersangka Ariaji Ardiansyah. “Karena ini gangguan jiwa akibat menggunakan narkotika. Seharusnya kan larinya ke undang-undang narkotika yang menyebutkan, biarpun dia disebut pengguna, tapi jika kedapatan membawa narkotika sudah bisa langsung dijerat pasal 112 dan 114, bukan 127. Pasal 127 itu berlaku kalau ada permintaan untuk rehabilitasi ke BNN,” tegasnya.
Penulis: Riski
Editor: Emha
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim