24 C
Samarinda
Friday, March 29, 2024

Tangkap 535 Teroris, Pemerintah Tak Publikasikan, Ini Alasannya

HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerja sama instansi lainnya telah menangkap 535 orang teroris di Indonesia. Namun, dari jumlah itu, BNPT tidak melakukan publikasi terhadap penangkapan para teroris tersebut.

Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Pencegahan Terorisme BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, mewakili Kepala BNPT  pada acara “Perempuan sebagai Agen Perdamaian”, yang berlangsung pada Kamis 3 November 2020 di Samarinda .

“Bayangkan kalau penangkapan sebanyak 535 teroris kita beritakan semua. Setiap hari ada berita teroris. Tentu masyarakat akan resah. Kami tidak ingin masyarakat merasa tidak nyaman dan menimbulkan tekanan pada Indonesia. Sehingga mengganggu investasi dan lain sebagainya,” ujarnya.

Dijelaskannya Undang-Undang Anti Teror yang baru memungkinkan pemerintah melakukan penangkapan secara diam-diam (silent). Kecuali sudah terjadi aksi  seperti kasus di Sigi.

Menurutnya, berbicara terorisme tidak lepas dari radikalisme. Radikalisme adalah paham yang menuju fase terorisme. Semua teroris, tegasnya, pastilah berpaham  radikal. Namun, tidak semua berpaham radikal otomatis menjadi teroris.

“Teroris itu orangnya, perbuatannya sedangkan radikalisme adalah fahamnya. Indikasinya, seseorang telah masuk dalam jaringan teroris, indikasi yang kedua mereka sudah disumpah (baiat), kemudian sudah mulai mengadakan pengajian-pengajian kecil.

Selanjutnya melakukan latihan perang, latihan membuat bom, latihan perang serta diindikasikan akan  melakukan teror,” Nurwakhid yang sebelumnya bertugas Densus 88 Anti Teror ini.

Dijelaskannya, ada beberapa macam jenis teroris di dunia. Misalnya, teroris yang berniat memisahkan dari NKRI seperti yang terjadi terjadi di Papua. Ada juga teroris yang di latar belakang dan motif bisnis, yaitu bisnis  persaingan jaringan narkoba.

Lalu, teroris ekstrem individual dan sedang menyasar generasi muda yaitu geng motor, anarkis demo dan premanisme. Teroris jenis ini akan dilakukan pendekatan dengan UU Umum atau KUHP oleh polisi di wilayah masing-masing.

Dalam acara Perempuan Sebagai Agen Perdamaian,  dibahas bagaimana gerakan teroris yang bermotif politik dan ingin merebut kekuasaan dan menggantikan  ideologi Pancasila dengan ideologi agama dan ingin mengganti sistem pemerintahan.

“Ideologi yang bagaimana? Yaitu  ideologi khilafah, ideologi daulah. Radikal terorisme yang mengatasnamakan agama bukan monopoli salah satu agama. Radikal terorisme mengatasnamakan agama bukan monopoli salah satu agama. Radikalisme yang mengatasnamakan agama biasanya didominasi oleh agama yang menjadi mayoritas wilayah atau daerah atau negara,” tegasnya.

Generasi muda Indoensia adalah target rekrutmennya. Jadi, peranan ibu-ibu dalam keluarga sangat vital. Salah satu karakter radikal terorisme adalah militansi tinggi, eksklusif, dan intoleran.

Sementara generasi muda milenial saat ini memiliki ciri dinamis karena masih dalam masa pertumbuhan, senang tantangan, senang sesuatu yang baru, pola pikirnya masih dalam proses pendewasaan sehingga mudah terpapar radikalisme.

Radikal terorisme menyasar generasi muda dengan pengajian-pengajian di sekolah-sekolah, internet dan dunia maya serta  mendikotomi agama dan Pancasila. “Maka peranan ibu-ibu dalam membentengi anak-anak sangat vital. Ibu-ibu harus mengawasi dan menanamkan ideologi Pancasila pada putra dan putrinya baik dalam pergaulan, bahan bacaan hingga dalam pemahaman soal agama,” ucap Ahmad Nurwakhid.(*)

Komentar
- Advertisement -

LIHAT JUGA

TERBARU