HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Anggota DPRD Kaltim Salehuddin menanggapi instruksi Gubernur Kaltim yang membatasi aktivitas public pada Sabtu-Minggu. Kebijakan ‘lock down’ akhir pekan ini dianggap terlambat.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim ini menilai, kebijakan Kaltim Steril meskipun terlambat, tetap baik daripada tidak sama sekali dilakukan. “Banyak istilah-istilah bermunculan dari kebijakan Gubernur ini, mulai dari Kaltim Senyap, Kaltim berdiam diri, lock down weekend, macam-macam lah. Saya pikir agak cukup terlambat lah, Pemerintah Provinsi Kaltim untuk memberikan kebijakan-kebijakan yang merespon kondisi yang ada,” ucapnya, saat dimintai tanggapan oleh headlinekaltim.co terkait instruksi Gubernur Kaltim.
“Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Karena saya beberapa kali menyentil kepala daerah, termasuk Gubernur karena argumen kalau saya lihat, betul-betul tidak ada untuk memberikan  trigger pada orang di bawahnya, termasuk proses koordinasi. Saya pikir masih lemah, antara kabupaten/kota itu, berbeda proses kebijakannya. Harusnya minimal provinsi memberikan imbauan penegasan agar kepala daerah masing-masing agar lebih maksimal untuk melaksanakan PPKM atau kebijakan yang tujuannya untuk mengurangi positif rate,” katanya.
Salehuddin menyebut, berkaitan dengan COVID-19, kondisi dan situasi di Kaltim sangat memprihatikan. Kasus terkonfirmasi positif COVID-19 baru terus melonjak sejak awal Januari 2021 lalu. Mirisnya, penyebaran dan penularan virus merata di seluruh Kabupaten/kota di Kaltim. Beberapa kabupaten/kota yang awalnya dianggap menjadi zona aman COVID-19, ternyata menjadi zona terbesar penyumbang kasus COVID-19.
“Saya pikir ini sudah cukup memprihatinkan sebenarnya. Di Kukar , yang tadinya tidak bisa menyentuh angka 100 (kasus terkonfirmasi positif COVID-19 baru harian, red), sekarang sudah 100 lebih. Kemudian yang meninggal cukup meningkat angkanya. Ini luar biasa,” katanya.
Politisi Golkar ini mengatakan, antisipasi dengan dilakukannya PPKM tidak akan efektif karena proses pelaksanaannya tidak maksimal. Selain itu, ia menilai, penindakan terhadap proses pelaksanaan PPKM tidak maksimal.
“Sekarang kelihatannya baru Minggu ini agak sedikit berbeda. Setiap daerah betul-betul memaksimalkan, termasuk melibatkan lebih intensif lagi TNI-POLRI dan beberapa instansi yang ada,” kata dia.
Disinggung soal perlunya dibuat aturan atau sanksi yang lebih keras untuk menindak oknum yang tidak taat protokol kesehatan, Salehuddin sepakat. Menurutnya, perlu dibuat terapi agar ada efek jera bagi pelanggar protokol kesehatan. Dia berpendapat, dengan ditetapkannya aturan protokol kesehatan akan membawa manfaat untuk masyarakat itu sendiri.
“Kalau tidak ada shock therapy, masyarakat akan tetap merasa biasa saja karena tidak ada penegakan hukum yang memang dirasakan, bukan hanya sekedar semacam statement, tapi diaplikasikan,” pungkasnya.
Penulis : Ningsih
Editor: MH Amal