Gubernur Sebut Jatah Vaksin Kaltim Belum Jelas, Pengamat: Tak Bisa Jadi Persyaratan

3 minutes reading
Monday, 9 Aug 2021 16:17 171 huldi amal

HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan, pelaksanaan vaksinasi di daerah tidak bermasalah sepanjang dosisnya tersedia.

“Kaltim itu, cakupan vaksin pertama baru mencapai kurang dari 18,9 persen, ya hampir 20 persen. Vaksin kedua, baru 12 persen. Padahal, kami memerlukan di Kaltim ini sekitar 2,5 juta  untuk bisa mencakup 70 persen dari jumlah penduduk Kaltim,” ujarnya saat menjadi narasumber di acara televisi swasta nasional, kemarin.

Mantan Bupati Kutim ini menyebut, dari segi prevalensi kasus COVID-19, Kaltim tertinggi di luar Jawa-Bali. Kata dia, sudah sepantasnya Kaltim juga mendapatkan perlakuan yang sama dengan DKI Jakarta untuk mendapatkan prioritas pasokan vaksin.

Namun, saat ini, Kaltim hanya bisa menunggu pemberian jatah dari Pemerintah Pusat. Bahkan, Gubernur Isran Noor mengakui, Kaltim sangat ketergantungan dropping vaksin dari pemerintah pusat.

“Kita menunggu dropping dari Jakarta. Walaupun kondisi Kaltim dari segi prevalensi ada di nomor 2 setelah DKI Jakarta. Kalau nomor 2, juga vaksin harusnya tidak terlalu jauh dengan yang tersedia di DKI. Kalau bisa, maunya kami begitu. Tapi karena kami ketergantungan dropping vaksin dari Jakarta, kita hanya memohon. Menyampaikan ke pemerintah pusat, terutama Kementrian Kesehatan agar vaksin diberikan dengan proporsional ke Kaltim,” katanya.

Terkait dengan surat pengajuan penambahan vaksin COVID-19 untuk Kaltim yang pernah diajukannya ke Kementrian Kesehatan, beberapa waktu lalu, juga belum mendapat persetujuan.

Dia pun berkomunikasi dengan TNI-POLRI untuk membantu dropping vaksin. “Sekarang memang belum tercukupi. Waktu saya komunikasi ke sana (Kemenkes, red), langsung direspon. Kami dapat 5.000 dan juga melalui TNI -Polri dilakukan dropping yang juga dari Menkes. Kami terus lakukan upaya,”ujarnya.

Jika dosis vaksin belum dipenuhi, Isran Noor mengaku pasrah. Sebab, tidak mungkin daerah melakukan pengadaan vaksin sendiri.

“Ada kekurangan vaksin dosis kedua, ini memang terjadi di Kaltim, jadi hingga melewati batas waktu. Tapi kami Pemprov tidak bisa berbuat apa-apa, kalau persoalan vaksin belum didrop dari Jakarta. Kami memahami bagaimana kesulitan pemerintah pusat dalam mendapatkan vaksin dari negara produsen. Jadi kami tunggu saja,” tutupnya.

JANGAN JADI SYARAT 

Keterbatasan dosis vaksin menjadi kekhawatiran warga. Apalagi, sertifikat vaksin jadi syarat perjalanan. Ditambah beredarnya informasi soal kewajiban melampirkan sertifikat vaksinasi sebagai “tiket” untuk masuk di kegiatan atau fasilitas umum, turut membingungkan masyarakat.

Pengamat Hukum Universitas Mulawarman Samarinda Herdiansyah Hamzah mengatakan, jika kebijakan menyertakan sertifikat vaksin untuk setiap pengurusan administrasi, maka pemerintah wajib memenuhi kebutuhan vaksin untuk seluruh masyarakat. Khususnya bagi rakyat yang berada di daerah-daerah.

Saat ini, ketersediaan vaksin hanya mengandalkan dari distribusi Pemerintah Pusat. Terlebih lagi, banyak daerah yang secara letak geografis sulit untuk dijangkau.

Dia menilai, kebijakan tersebut tidak bisa dilakukan saat ini. “Cara berpikir macam itu seperti kami di kepala dan kepala di kaki, kebolak-balik. Penuhi dulu hal warga untuk mendapatkan vaksin, baru buat kebijakan macam itu. Itupun tidak boleh diberlakukan sebagai syarat yang berkaitan dengan hak dasar warga. Misalnya vaksin sebagai syarat bansos (bantuan sosial, red),” katanya pada headlinekaltim.co, Senin 9 Agustus 2021.

Menurut pengajar Ilmu Hukum Unmul ini, tak ada cara lain selain vaksinasi dilakukan secara merata oleh pemerintah. “Intinya, syarat sertifikat vaksin ini adalah cara berpikir yang keliru. Mestinya problem di hulunya yang dijawab pemerintah. Termasuk ketersediaan vaksin bagi warga negara, tanpa terkecuali,” tutupnya.

Penulis : Ningsih

Editor : MH Amal

 

 

LAINNYA