HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Anggota DPRD Kaltim Dapil Kukar Ely Hartati Rasyid melaksanakan sosialisasi Perda Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Nomor 7 Tahun 2019 di Muara Kaman Kutai Kartanegara, Sabtu kemarin, 5 Juni 2021.
Sejumlah narasumber dari pemerhati lingkungan turut hadir dalam kegiatan ini. Adapun peserta yang hadir berasal dari berbagai kalangan, seperti tokoh agama, tokoh wanita, tokoh pemuda serta pihak pemerintah Kecamatan Muara Kaman. Kegiatan ini dilaksanakan dengan menetapkan protokol kesehatan secara ketat.
Kepada headlinekaltim.co, Ely Hartati Rasyid memberikan apresiasinya kepada masyarakat Muara Kaman yang sangat antusias untuk mengetahui dan memahami lebih dalam Perda tersebut.
“Alhamdulillah, masyarakat Muara Kaman sangat antusias. Kegiatan ini kami laksanakan di pusat kota Muara Kaman dan dihadiri sejumlah tokoh masyarakat,” ucapnya.
Legislatif wanita asal Partai PDIP ini mengungkapkan, dalam kegiatan Sosper ini dirinya banyak menerima aspirasi masyarakat. Paling banyak disampaikan warga adalah masalah air sungai Kedang Kepala yang saat ini mengalami bangai. Dimana, terjadi perubahan warna air sungai.
Tetapi kata dia, bangai yang terjadi pada air sungai Kedang Kepala kali ini berbeda dari biasanya. Berdasarkan keluhan warga, dari air sungai tercium aroma yang tidak sedap.
“Banyak sekali laporan masyarakat di Muara Kaman tentang adanya perubahan air atau bangai di sungai Kedang Kepala. Warna air sungai berubah, ada yang berwarna merah, kuning. Tapi itu memang bagian dari siklus sungai,” katanya.
“Biasanya air bangai ini disertai dengan panen ikan, tapi baru kali ini diikuti oleh bau air yang tidak enak,” sambung Ely Hartati Rasyid.
Anggota DPRD Kaltim yang duduk sebagai Wakil Ketua Komisi IV ini menduga, bangainya air sungai Kedang Kepala kali ini diikuti oleh hanyutnya tanaman dan akar-akar tanaman sehingga menyebabkan aroma air sungai menjadi bau tidak sedap.
Masih kata dia, dari salah satu kelompok masyarakat menyampaikan kecurigaannya bahwa bau tak sedap air sungai karena tercemar oleh limbah dari perkebunan kelapa sawit.
“Bangai ini siklus tahunan, jadi ketika air surut, air yang ada di danau dan rawa ikut turun. Dugaannya juga membawa tanaman dan akar tanaman. Tapi ada juga kelompok yang mengatakan bahwa ini terjadi karena polusi sawit yang turun ke sungai. Tapi itu kan baru dugaan, perlu pembuktian,” terangnya.
Ely Hartati Rasyid mengaku, lebih memilih materi tentang Sosper Nomor 7 tahun 2019 Tentang Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim saat menggelar Sosper di Muara Kaman.
Dia menilai, materi Sosper yang dipilih lebih menarik dan sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tersebut. Dimana, Muara Kaman sendiri adalah daerah yang dikelilingi dengan daerah perkebunan, termasuk sawit. Sehingga sosialisasi pentingnya Perda ini sangat tepat untuk menambah pengetahuan masyarakat setempat.
“Menurut saya, di desa, isu lingkungan lebih menarik. Di desa ini masyarakatnya adalah orang-orang yang rata-rata taat hukum dan taat pajak. Sehingga saya lebih tertarik membawakan isu tentang lingkungan. Selain itu, Muara Kaman ini memang termasuk daerah yang dikelilingi oleh perkebunan sawit. Sehingga ini sangat penting untuk mengedukasi masyarakat,” tutupnya. (Advetorial)
Penulis : Ningsih