HEADLINEKALTIM.CO, TENGGARONG – Perjalanan hidup serba tak pasti. Namun, konsistensi dan ketulusan hati selalu membawa seseorang pada pencapaian dan prestasi. Itu dibuktikan oleh Suwarni, Kepala SDN 03 Loa Kulu, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara.
Mantan guru honorer ini terpilih sebagai Kepala Sekolah Inovatif Tingkat Nasional. Penghargaan bergengsi yang diberikan Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud RI pada akhir November 2020 lalu. Kemendikbud mengapresiasi Program Pendidikan Inklusi selama 11 tahun dan Program Pembelajaran Al-Qur’an Metode Tilawati sejak 2017 yang digagas Suwarni.
Perjalanan karir Suwarni di dunia pendidikan cukup panjang. Semua proses, dari yang paling pahit hingga manis sudah dilewatinya. Dia pertama kali mengabdi sebagai guru honorer di Pulau Jawa dengan nominal gaji Rp 10.000/bulan.
Demi mengubah nasib, dia selanjutnya merantau ke Kukar pada tahun 1990. Di Bumi Etam, Suwarni mengabdi lagi di sekolah terpencil, SDN 013 Filial Dusun Lembu Lompat Desa Jembayan Dalam Kecamatan Loa Kulu. Sekolah ini milik perusahaan perkebunan PT Haspram.
Suwarni mendapatkan gaji dari PT Haspram sebesar Rp 25.000/bulan dengan status guru honor perusahaan. “Jarak dari sekolah Induk SDN 013 Loa Kulu ke tempat mengajar membutuhkan waktu perjalanan selama 2 jam dengan berjalan kaki. Bahkan, saya harus membawa parang karena akses yang dilalui hanya jalan setapak yang penuh semak belukar,” cerita Suwarni kepada headlinekaltim.co, Selasa 8 Desember 2020.
Dia punya prinsip, guru adalah pengabdian. Serendah apa pun gaji yang diterimanya, mengajar sudah menjadi kesenangan tersendiri. “Jadi ya harus dijalani, jangan mengeluh. Di waktu luang, saya isi dengan kegiatan menanam kopi dan cabai,” bebernya.
Tahun 1993, peruntungan mendekati Suwarni. Ia lolos seleksi CPNS dan mendapatkan tugas pertamanya sebagai guru pegawai negeri di SMP Terbuka, Dusun Lempatan, Cabang SMPN 02 Loa Kulu. Suwarni sudah menjabat Kepala SDN 003 Loa Kulu selama 10 tahun. Sebelumnya, pernah menjabat Kepala SDN 019 Dusun Jongkang Loa Kulu, selama setahun.
Mengenai Program Sekolah Inklusi yang menampung anak berkebutuhan khusus, terang dia, dibuka 2009. Program ini menerima surat keputusan (SK) pada 2014 dan sudah mendidik 37 murid. Ada yang berasal dari Tenggarong dan Loa Janan. Saat ini, masih tersisa 20 siswa program inklusi yang semuanya berasal dari Loa Kulu.
“Setiap tahun ajaran baru, kami hanya terima empat orang saja, karena keterbatasan tenaga pengajar. Saat pandemi Covid-19, pembelajaran inklusi dilakukan dengan cara visiting, guru pembimbing ke rumah siswa, atau memberikan modul pembelajaran kepada orang tua saja,” pungkasnya.
Penulis: Andri
Editor: MH Amal