src="https://news.google.com/swg/js/v1/swg-basic.js">
HEADLINEKALTIM.CO – Merkuri atau lebih dikenal sebagai air raksa merupakan bahan kimia juga sering dipergunakan oleh penambang-penambang emas tradisional di Indonesia. Walaupun dalam kenyataannya sebagian besar masyarakat memahami bahaya penggunaan bahan kimia ini, secara global menyumbang kerusakan lingkungan hingga 35 persen, tetap saja alasan ekonomi mengalahkan pertimbangan ekologi.
Peluang Sektor Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Indonesia untuk lepas sebagai penyumbang kerusakan lingkungan, nampaknya segera terwujud, melalui proyek Global Opportunities for Long-Term Development of Artisanal Small-Scale Gold Mining Sector – Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s Artisanal and Small-scale Gold Mining (ISMIA) di bawah United Nations Development Programs (UNDP) yang bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Hal ini terungkap dari webinar yang digelar oleh Universitas Negeri Gorontalo pada Kamis 12 Desember 2020. Seminar daring ini membahas pemberian bantuan teknis, transfer teknologi, pembentukan kemitraan antara swasta dan publik, serta akses pembelian peralatan pengolahan emas tanpa merkuri. Program ini diyakini membawa dampak positif guna mengurangi, bahkan meniadakan penggunaan merkuri oleh PESK di Indonesia.
National Project Manager GOLD-ISMIA Project Indonesia Baiq Dewi Krisnayanti, Ph.D menyebutkan, potensi akses pembiayaan bagi penambang tradisional memang belum diminati lembaga keuangan. Ditambah keterbatasan pengetahuan dan pengalaman program pembiayaan PESK sehingga tidak ada produk pembiayaan untuk sektor tersebut.
“Penting adanya pengetahuan ini, agar benar-benar membuat penambang tradisional terbantu menuju arah penambangan yang lebih baik. Skema pembiayaan dimulai dari dukungan pemerintah pada PESK untuk mendapatkan Izin Pertambangan Rakyat, komitmen Lembaga Jasa Keuangan dan bank milik pemerintah dalam pembiayaan, termasuk fleksibilitas pembayaran angsuran atau cicilan,” ungkapnya.
Bisnis pertambangan emas skala kecil, diakui Baiq cukup unik. Untuk itu perlu didukung dengan peran asuransi kredit. Di mana skema akses pembiayaan oleh LJK/bank akan didukung dengan buku pedoman untuk keduanya yang tentunya disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
“Skema pembiayaan non bank dapat melalui Lembaga Pengelola Dana Bergulir yang merupakan BLU di bawah Kementerian Koperasi dan UKM. Dapat pula lewat Pusat Investasi Pemerintah sebagai BLU Kementerian Keuangan, atau lewat Koperasi/BUMDes lewat unit simpan pinjamnya,” ungkapnya lebih jauh.
GOLD-ISMIA Project Indonesia untuk peningkatan kapasitas dan penambang emas serta koperasi penambang emas skala kecil telah menyusun buku pedoman pengelolaan keuangan bagi penambang emas dan koperasi. Memberikan pelatihan dan dukungan penyusunan aplikasi pinjaman ke LJK dan bank di 6 lokasi proyek, ditambah tenaga konsultan pendamping. Termasuk pula memberikan dukungan hibah (microgrant) kepada koperasi PESK yang telah jadi binaan dalam proyek GOLD-ISMIA.
Penulis: RJ Warsa
Editor: MH Amal
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim