25.6 C
Samarinda
Tuesday, September 17, 2024

Ayun Langkah Berat di Hening Subuh, Kisah Nenek Penjual Tape Ketan di Pasar Palaran

HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Ayun langkah berat dan pelan. Sepasang kaki perempuan Lansia memecah keheningan subuh. Jarak tujuh kilometer dari kawasan Strat 9 Kecamatan Palaran menuju Pasar Palaran, Samarinda, bukan masalah. Berjalan kaki. Sendirian. Pulang pergi sejarak 14 kilometer dilakoninya sejak tiga tahun terakhir. Di usia senjanya, Mbah Kini (79) tetap tegar menantang hidup.

Setiap pukul 04.00 WITA, Mbah Kini menutup rapat pintu pagar rumahnya dari arah luar. Lalu berjalan kaki sembari menggendong bakul rotan anyaman lusuh berisi 80 bungkus tape ketan. Menuju Pasar Palaran. Tempatnya menggantang asa, menganyam harapan.

Usia renta tak membuat Mbah Kini mencari belas kasihan orang. Dia tetap tersenyum riang dalam keseharian. (foto: Ningsih/headlinekaltim.co)

Dia menjajakan dagangannya di depan pintu masuk los sayur-mayur. Sehari-harinya, wanita asli Jawa Tengah ini menggunakan pakaian khas wanita Jawa tempo dulu. Berkebaya lengan panjang dan kain jarik beralas sendal jepit. Dia tak merasa kesulitan dengan pakaian itu saat berjualan di pasar.

Di pasar, Mbah Kini punya lokasi tetap. Dia menempati sisi sebelah kiri pintu masuk los pasar khusus sayur mayur. Di situ ia duduk melantai. Menghampar jualan. Luas tempatnya sekitar setengah meter. Menebar sapa dan senyum sembari menawarkan dagangannya kepada sesiapa yang melewati pintu los sayur mayur. Termasuk kepada wartawan headlinekaltim.co, pada Minggu 27 Desember 2020. “Tape ketan Nduk, manis,” sapanya, ramah.

Obrolan dengan Mbah Kini mengalir santai. Sembari membantu memilah-milah bungkus tape ketan, Mbah Kini bertutur. Setiap hari, ia menjajakan sekitar 80 sampai 100 bungkus tape ketan yang menggunakan daun pisang. Tape ketan dijual Rp 1.000 per bungkusnya.

“Saya berangkat jalan kaki dari rumah jam 4 subuh, Nduk. Sampai di pasar biasanya jam 5 lewat, nanti pulangnya jam 12 siang. Pulangnya juga jalan kaki 14 kilo pulang balik, sudah biasa Nduk, sehat nggeh,” ujarnya, lirih.

Berjualan selama setengah hari, nasib baik tak selalu berpihak pada Mbah Kini. Tak jarang dagangannya tak laku dalam sehari. Di tengah pandemi virus corona berkepanjangan, Lansia ini termasuk yang paling merana.  “Kalau dulu nggeh sebelum corona, masih laris nduk. Sekarang kurang, kadang ya masih sisa, mboten nopo-nopo, sampun rezeki,” katanya.

Jika dagangannya tidak habis terjual, Mbah Kini menyedekahkan kepada beberapa pedagang dan ke tetangganya. Bahkan, nenek lima cicit ini pun sering kali memberi tape ketan lebih kepada pembeli.

Tape ketan Mbah Kini adalah penyambung hidup. Ibu dari 6 orang anak ini mengaku hanya tinggal berdua bersama suaminya yang telah berusia 80 tahun. Kondisi sang suami sudah renta. Tidak dapat lagi  melakukan aktivitas apapun. Tinggal diam di atas tempat tidur. Anak-anak Mbah Kini sudah berkeluarga. Tiga orang masih di Kota Samarinda. Tiga orang lainnya tinggal di Pulau Jawa.

“Mbah Kung (suami Mbah Kini,red) sudah tua dan nggak bisa apa-apa. Di atas tempat tidur aja. Nggak bisa melihat lagi. Jadi sebelum Mbah ke pasar, disiapkan semua makan minumnya dekat tempat tidur. Anak-anak Mbah nggak tinggal di rumah, semua masing-masing dengan keluarganya. Menantu Mbah sudah dua yang meninggal kemarin. Mbah tetep jualan, untuk berobat Mbah Kung sama untuk maem (makan,red) sehari-hari. Nggak enak minta sama anak-anak, wong podo sorone (sama-sama susah, Red.),” tuturnya.

DITITIPI DAGANGAN

Percakapan terhenti. Ada pedagang sayur lain menghampiri Mbah Kini. Ternyata pedagang tersebut menitipkan dagangannya kepada Mbah Kini. “Nggeh, sering dititipi jualan, nggak enak kalau nggak diterima,” ucap Mbah Kini lagi.

Menurutnya, modal untuk membuat tape ketan sekitar Rp 60 ribu per hari. Namun, dari penjualan setiap hari, nenek ini rata-rata hanya mendapat hasil penjualan Rp 80 ribu. Itupun kalau seluruh  dagangan ludes terjual.

Siang hari setelah pulang dari pasar, Mbah Kini langsung sibuk mengadon beras ketan putih dan ragi. Bahan baku membuat tape. Aktivitas itu dilakukannya sambil mengurus sang suami tercinta hingga tengah malam. “Ngadon kalau sudah pulang jualan sambil ngurus Mbah kung, sampe malam. Terus istirahat, bangun lagi jam 12 malam, bungkus tape,” tuturnya.

Mbah Kini benar-benar membuktikan dirinya sebagai sosok wanita tangguh dan pengabdi kehidupan.  Dia tak segan menolak setiap belas kasihan. Beberapa kali ia menolak dengan tegas ketika diberikan uang. Alasannya, dia akan mencari nafkah selagi fisiknya masih kuat .

“Maaf nggeh, Mbah ini jualan, mboten ngemis. Monggo dibeli saja dagangan si Mbah ya, Nduk,”ucapnya sopan dengan senyum di raut wajah yang kian menua.

Penulis: Ningsih

Editor: MH Amal

 

Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim

- Advertisement -

LIHAT JUGA

- Advertisement -

TERBARU

POPULER