HEADLINEKALTIM.CO, SANGATTA – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menegaskan bahwa setiap anak, tanpa memandang kondisi kesehatan, memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang setara. Hal ini disampaikan oleh Kepala Disdikbud Kutim, Mulyono, menanggapi kasus seorang siswa pengidap HIV dan anemia aplastik di Kecamatan Muara Ancalong.
“Kasus ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. Setiap anak, tanpa memandang kondisi kesehatan, berhak mendapatkan kesempatan belajar yang sama,” kata Mulyono saat ditemui di Sangatta, Rabu (15/1/2025).
Siswa yang didiagnosis mengidap anemia aplastik sejak 2019 dan kemudian dinyatakan positif HIV saat menjalani pemeriksaan rutin, sempat menjalani pendidikan di rumah (home schooling). Langkah ini diambil sebagai bentuk perlindungan terhadap kondisi kesehatannya yang rentan terhadap infeksi.
“Kami tidak mempermasalahkan bagaimana anak ini tertular HIV, karena itu ranah medis. Yang jelas, kondisi kesehatannya sangat rawan terhadap infeksi. Ini bukan soal ia menularkan penyakit ke orang lain, tetapi justru ia rentan tertular penyakit lain karena imunitasnya yang menurun,” jelas Mulyono.
Namun, melihat kondisi kesehatan siswa tersebut yang sudah membaik, Disdikbud Kutim mendukung keinginannya untuk kembali ke sekolah dan belajar bersama teman-temannya. Mulyono memastikan tidak ada unsur diskriminasi dalam keputusan ini. Sebaliknya, langkah tersebut adalah wujud penghormatan terhadap hak anak untuk mendapatkan pendidikan.
Mulyono berharap masyarakat dapat meningkatkan pemahaman mereka terhadap anak-anak dengan kebutuhan khusus, termasuk mereka yang mengidap penyakit kronis seperti HIV. Menurutnya, penting untuk menghilangkan stigma negatif agar anak-anak seperti ini dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang mendukung.
“Tidak ada anak yang memilih terlahir dengan kondisi tertentu. Semua anak memiliki hak yang sama untuk meraih pendidikan tanpa diskriminasi,” tambahnya.
Anggota DPRD Kutim, dr Novel Tyty Paembonan, juga memberikan perhatian serius terhadap kasus ini. Ia menegaskan bahwa memberikan hak pendidikan kepada anak-anak seperti ini adalah tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun masyarakat.
“Hak anak untuk bersekolah adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah harus siap menjemput bola agar pendampingan dapat dilakukan secara maksimal,” ujarnya.
Novel menilai perlunya pendekatan lebih optimal dari pemerintah melalui dinas-dinas terkait untuk memastikan tidak ada lagi kasus serupa yang menjadi hambatan di dunia pendidikan. Ia juga mengingatkan pentingnya pendampingan yang melibatkan keluarga, sekolah, dan tenaga medis.
“Ini adalah tugas kita bersama untuk mendukung anak ini mendapatkan haknya tanpa stigma atau diskriminasi. Langkah ini sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk lebih memahami kondisi kesehatan kronis seperti HIV,” pungkas Novel.
Artikel Asli baca di Antaranews.com
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim