Deep Understanding ‘Kehampaan Hak’ Masyarakat Vs Perusahaan Sawit di Indonesia 

6 minutes reading
Thursday, 2 Nov 2023 15:25 136 huldi amal

Oleh: Rina Ardianti)*

Indonesia merupakan negara agraris, tidak sedikit yang mengetahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara pemasok minyak kelapa sawit. Beberapa wilayah di Indonesia terkenal dengan industri serta perkebunan kelapa sawitnya yang luas. Tidak sedikit kasus konflik yang terjadi di ranah industri minyak kelapa sawit, maka banyak jurnal serta buku yange membahas dampak dari Industri minyak kelapa sawit. Teori Resolusi Konflik merupakan salah satu teori yang digunakan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dilapangan. Dalam buku Kehampaan hak teori yang disinggung adalah teori resolusi konflik tetapi dalam praktek dilapangannya pun teori ini masih belum efektif pelaksanaan nya. Klaim dari buku kehampaan hak yaitu mengatakan bahwa mereka yang diwawancarai posisi nya tidak sedang menentang industri sawit tetapi mencari ruang dimana kesejatreraan dari industri sawit itu dibagi secara imbang, dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.

Kajian yang dilakukan ini memotret dengan detail di 4 wilayah yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau, Sumatra Barat menjelaskan bagaimana kehampaan hak ini menggambarkan ketidakberdayaan.  Tetapi tidak bisa dikatakan juga bahwasanya masyarakat ini lemah sebab masyarakat telah melahirkan strategi-strategi pembela untuk dapat beradaptasi dengan perubahan politik yang mempengaruhi kehidupannya.

Menggambarkan fakta nyata sebuah ketertindasan oleh pihak yang lebih berkuasa, masyarakat Desa Olak-olak menuntut PT Sintang Raya membayar kompesasi tanah mereka dan menuntut sebagian tanah dikembalikan. Pembelaan serta aksi protes telah dilakukan baik langsung didepan kantor bupati, kantor gubernur, didepan kantor perusahaan.  Protes dan aksi mereka pernah dinyatakan berhasil yang dimana Mahkamah Agung mengembalikan tanah warga desa. Tetapi kenyataan dibalik berhasilnya dikembalikan tanah ada sebuah kehampaan hak atau tangan hampa. Keputusan yang dikabulkan atas pengembalian hak tanah, dari 900 Ha yang diminta hanya 5 Ha tanah milik warga yang dikembalikan. Masyarakat sangat marah dan kecewa, rasa sakit hati  masyarakat salurkan dengan cara memanen/mencuri kebun sawit perusahaan. Naas pihak aparat kepolisian menggeledah desa, sebab kejadian ini masyarakat desa nyaris tidak mendapatkan kompensasi dari pihak perusahaan.

Buku Kehampaan Hak karya Berendschot, Hospen, & Dkk. (2023) ini menelaah 150 konflik kelapa sawit di 4 Provinsi yaitu yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau, Sumatra Barat. Bagaiamana komunitas memprotes, mengapa mereka melakukannya dan sejauhmana mereka berhasil memerperoleh solusi atas tuntutan mereka. Konflik  perkebunan kelapa sawit merupakan masalah besar dan harus segera diselesaikan. Dari konflik kelapa sawit kita diperlihatkan  seperti apa karakter warga negara dan hak warga negara. 

 Ada 3 argumen pokok penting yang disampaikan oleh penulis di dalam buku ini yaitu :

  1. Konflik yang terjadi antara komunitas warga dengan perusahaan kelapa sawit disebabkan terjadinya kehampaan hak yang dirasakan masyarakat. Hal sangat perlu dipahami bahwa negara Indonesia mempunyai keberagaman hak untuk memberikan perlindungan untuk kepentingannya. Sama hal nya saat pihak perusahaan harus memperoleh persetujuan masyarakat sebelum membangun sebuah pabrik di tanah dan desa masyarakat lokal. Perusahaan juga harus mendapatkan berbagai perizinan serta mematuhi peraturan negara, perusahaan memberikan skema bagi hasil plasma. Tetapi pointnya adalah ada hak de jure namun situasi dilapangan de facto berbeda. Perjanjian pena diatas kertas mengatur peraturan negara serta prosedur perizinan secara ketat, persetujuan bedasarkan informasi, kompesasi uang, juga bagi hasil. Kenyataan dilapangan mengungkapkan bahwa perlindungan yang dituju untuk kepentingan dan kemaslahatan warga Indonesia relative tidak berhasil. Kasus-kasus seperti banyak nya perkebunan kelapa sawit yang dibangun tidak memiliki perizinan yang sah dan valid hal ini dapat menyebabkan terjadinya tidakan intimidasi, kekerasan yang dituju kepada masyarakat yang tidak takut melakukan aksi protes. Ada 3 sumber kehampaan hak yang sampai saat ini masih dilanggengkan oleh pihak-pihak yang memiliki kuasa dan kepentingan, yaitu :
  1. Hak tanah yang terbatas karena keterbatasan pengakuan hak individual atas tanah. Dalam kondisi ini lemahnya data sah terkait kepemilikan tanah sehingga tanah-tanah yang tidak bertuan akan diakui sebagai milik negara. Sedangkan masyarakat merasa merekalah yang memiliki tanah tersebut tanpa memiliki keabsahan surat tanah.
  2. Perlindungan hukum yang tersisa dirusak melalui peraturan-peraturan tingkat bawah yang diterapkan. Perlindungan hukum tidak dijalankan sesuai dengan tupoksi, hal ini disebabkan karena besarnya pengaruh penguasa sehingga hukumpun dapat dikendalikan.
  3. Perlindungan hukum diperlemah melalui kolusi bisnis negara yang meluas. Mengendalikan hukum dengan mengatasnamakan kerjasama, dengan dalih menguntungkan negara. Tentu saja ini adalah sebuah kalimat penenang yang tidak dapat dirasakan dengan tenang oleh masyarakat yang kehidupannya mendapatkan intervensi dari perusahaan. Pandainya pihak yang berkuasa menggalang repertoar untuk mendukung dan membela kepentingannya, seperti menjalin hubungan dekat dengan otoritas lokal, kooptasi dengan pemimpin lokal hal seperti menjadi tameng perusahaan untuk menekan protes warga lokal dan dapat menjadi senjata untuk mendiskriminasi masyarakat yang melakukan aksi protes.
  1. Melihat kembali dari banyak nya kasus konflik perkebunan sawit ternyata masyarakat desa lebih berfokus menggunakan strategi protes untuk mendapatkan kompensasi finansial ketimbang hukum dan hak. Usaha pencegahan kehampaan hak dilakukan dengan cara  memprotes dengan penyesuaian kondisi agar dapat berkorelasi secara baik dengan pemengang kuasa untuk mempertahankan tawar menawar dengan menggunakan framing keluhan-keluhan. Dalam hal ini masyarakat mengatakan bahwa menurut pengalaman mereka UU dan peraturan yang berlaku tidak efektif, yang dimana tidak menyentuh ranah kehidupan masyarakat. Maka dari itu masyarakat tidak memilih strategi yang berfokus kepada UU dan hukum formal. Masyarakat memilih fokus strategi mediasi, negosiasi dan mereka mencoba memperkuat posisi tawar menawar . 
  2. Mekanisme resolusi konflik yang digunakan masyarakat tidak efektif sebab penelitian yang dilakukan sampai saat ini mengatakan bahwa koflik belum dapat terselesaikan dengan baik. Dari hasil 150 kasus 68% (102 kasus)  yang diteliti menyatakan bahwa komunitas gagal dalam memperjungkan tuntutan mereka. Mayoritas konflik yang belum terselesaikan telah berlangsung selama 11 tahun.

Petanyaan nya adalah apa yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk merespon masalah-masalah ini, apakah efektif atau tidak ?. Maka sedikit disinggung didalam buku kehampaan hak ini yang mengatakan bahwa pihak pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan, akan tetapi kebermanfaat dari kebijakan ini masih dirasa kurang efektif bagi masyarakat desa. Hanya sedikit konflik yang dapat terselesaikan. Maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan yang telah dikelurkan pemerintah untuk menangani masalah inipun masih tidak efektif. Terlepas dari hal tersebut buku kehampaan hak memberikan usulan yaitu pada tiap-tiap ditingkat provinsi/ditingkat kabupaten kota diharapkan untuk mendirikan badan mediasi yang bertujuan untuk menindaklanjuti perkonflikan yang terjadi sehingga tiap-tiap daerah memiliki ruang untuk menyelesaikan perkonflikan dan menghasilkan sebuah kesepakatan yang dapat memberkan keuntungan bagi masyarakat desa.

Dalam buku ini mengkaji terkait kerugian yang dirasakan masyarakat desa, masyarakat yang seharusnya mendapatkan hak atas lahannya, atas wilayahnya. Kehampaan hak yang dirasakan masyarakat terjadi karena suara-suara dan jeritan masyarakat tidak digubris oleh penguasa, kebijakan yang diterapkan pun tidak condong membela masyarakat. Seharusnya dalam buku kehampaan hak ini menyajikan bagian kebijakan pemerintah dengan tuntas, Mengapa kebiajakan pemerintah sangat penting bagi keberlangsungan kesejahteraan masyarakat, karena masyarakat sepenuhnya mengantuungkan harapan dan tindakan keadilan oleh pemerintahan. Saat kekuatan dan perlawanan masyarakat dibungkam oleh penguasa tidak ada yang bisa diharapkan masyarakat selain mengharapakan pemerintah memiliki UU/kebijakan yang pro dan mendukung kemaslahatan masyarakat desa. Buku ini bagus dalam meneliti dan mengkaji konflik perkebunan kelapa sawit tetapi masih kurang dalam mengkaji kebijakan pemerintah dan memberikan solusi yang tepat bagi pergerakan masyarakat yang terdampak. Maka kehampaan hak akan selalu terjadi jika pola pengidustrian dan pola kebijakan masih melanggengkan keuntunggan sepihak. Pertanyaan akhir yang untuk mengkritik buku ini, kritik untuk pemerintah serta kritikan untuk para pemengang modal adalah kemanakah dan pada siapakah masyarakat harus mengadu untuk mendapatkan hak-haknya? Secara tidak langsungpun buku ini juga mempertanyakan hal serupa. Maka perlu kembali pengkajian yang mendalam dari berbagai pihak yang terkait terutama pemerintahan.

Referensi:

Berendschot, Hospen, & Dkk. (2023). Kehampaan Hak. Yayasan Obor Indonesia.

*) Mahasiswi pasacasarjana studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan UGM.

LAINNYA