HEADLINEKALTIM.CO, SAMARINDA – Baby blues dan depresi pascamelahirkan merupakan dua kondisi yang sering kali dialami oleh ibu-ibu yang baru melahirkan. Namun, kedua kondisi ini memiliki perbedaan yang mendasar yang perlu dipahami. Psikolog klinis dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Vera Itabiliana Hadiwidjojo S.Psi, M.Psi, menjelaskan perbedaan tersebut dalam wawancara dengan ANTARA pada Minggu (14/7).
Menurut Vera, baby blues adalah masalah psikologis yang umum terjadi pada perempuan yang baru melahirkan, yang dapat menimbulkan perasaan sedih, marah, dan cemas. “Dua kondisi tersebut merupakan hal yang berbeda, ini dapat dilihat tergantung dari durasinya,” ujar Vera.
Baby blues biasanya berlangsung selama satu hari hingga dua minggu. Selama periode ini, ibu yang mengalami baby blues dapat menunjukkan perubahan emosi seperti menjadi mudah marah, gampang menangis, mudah cemas, dan cepat merasa lelah.
Sebaliknya, depresi pascamelahirkan dapat berlangsung lebih lama, hingga beberapa bulan, dengan gejala-gejala yang lebih intensif. “Gejala depresi setelah melahirkan itu dapat termasuk perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat, kesulitan tidur, dan kesulitan dalam menjalani aktivitas sehari-hari,” kata Vera.
Kondisi baby blues, menurut Vera, bisa berkembang menjadi depresi perinatal yang memerlukan penanganan profesional. Penanganan tersebut dapat berupa terapi psikologis dan obat-obatan untuk membantu ibu mengatasi kondisi tersebut.
Mengatasi Baby Blues dan Depresi Pascamelahirkan
Menjadi ibu baru membawa banyak perubahan dan tantangan. Oleh karena itu, dukungan dari lingkungan sekitar sangat penting untuk membantu ibu melewati masa-masa sulit ini. Suami, keluarga, dan teman-teman dekat perlu peka terhadap tanda-tanda baby blues dan depresi pada ibu baru.
Mengenali tanda-tanda awal dari kedua kondisi ini bisa membantu dalam menentukan langkah penanganan yang tepat. Misalnya, jika seorang ibu baru terlihat terus-menerus sedih atau menangis tanpa alasan yang jelas, kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya disukai, atau merasa tidak mampu merawat bayinya, maka sebaiknya segera mencari bantuan dari profesional.
Vera juga menekankan pentingnya dukungan emosional dari suami dan keluarga. “Dukungan dari suami dan keluarga sangat penting dalam membantu ibu baru melewati masa-masa sulit ini. Mereka perlu memberikan perhatian ekstra dan memahami kondisi emosional ibu,” ujarnya.
Selain dukungan dari keluarga, ibu baru juga bisa bergabung dalam kelompok dukungan atau komunitas ibu untuk berbagi pengalaman dan mendapatkan dukungan dari sesama ibu yang mengalami hal yang sama. Berbagi pengalaman dengan orang lain yang memahami apa yang sedang dialami dapat memberikan rasa lega dan membantu dalam proses pemulihan.
Tayang di Antaranews.com
Berita Terkini di Ujung Jari Anda! Ikuti Saluran WhatsApp Headline Kaltim untuk selalu up-to-date dengan berita terbaru dan Temukan berita populer lainnya di Google News Headline Kaltim