HEADLINEKALTIM.CO, PENAJAM – Penanganan kasus perundungan dan penganiayaan menimpa santri Kelas III tingkat menengah pertama salah satu pondok pesantren (ponpes) di Penajam Paser Utara (PPU) dilakukan dengan sidang diversi, Selasa 4 Oktober 2022 lalu.
Kapolres PPU Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hendrik Eka Bahalwan melalui Kasat Reskrim Polres PPU Iptu Pol Dian Kusnawan menyebut Ini merupakan bentuk musyawarah antara korban, pihak terlapor, pihak orangtua, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial untuk memperoleh kesepakatan melalui pendekatan keadilan.
“Penanganan laporan dari masyarakat dugaan tindak pidana kekerasan terhadap anak telah kami lakukan sidang diversi, dan sudah dilaksanakan pada pekan lalu” ungkapnya. Rabu 12 Oktober 2022.
Polres PPU yang menggelar sidang diversi di Ruang Wita Pratama dengan menghadirkan korban dan terlapor. Turut hadir Balai Pemasyarakatan (Bapas), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) PPU dan Dinas Sosial (Dinsos) PPU.
Plaksanaan sidang diversi, tambah Iptu Dian, mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Diatur, pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Lalu dalam Pasal 5 ayat (3) UU tersebut, menegaskan dalam Sistem Peradilan Pidana Anak wajib diupayakan diversi.
“Sehingga kami pun mengupayakan sidang diversi terhadap kasus ini,” jelasnya.
Kini, pihaknya masih menunggu apa keputusan dari sidang tersebut. Apakah diputuskan disetujui diversi atau dilanjutkan ke Peradilan Pidana Anak. Lalu hasil sidang ini juga harus mendapat ketetapan hukum dari pengadilan.
“Keputusan sidang diversi kemarin, hasilnya ditetapkan oleh pengadilan apakah lanjut ke Peradilan Pidana Anak atau diversi,” terangnya.
Sebelumnya, Satreskrim Polres PPU melakukan visum terhadap korban. Kemudian dilakukan gelar perkara di mana ditemukan adanya bukti permulaan pidana penganiayaan terhadap korban.
Sehingga kasusnya naik dari penyelidikan menjadi penyidikan.“Kami juga telah minta kesaksian dari korban maupun pelaku termasuk meminta keterangan dari teman-teman korban, orangtua korban dan pelaku serta pengasuh di ponpes itu,” ucapnya.
Bahkan, polisi sudah bersiap menjerat pelaku dengan ketentuan Pasal 80 ayat (2) UU RI Nomor 17/2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1/2016 tentang perubahan kedua atas UU nomor 23/2002 tentang perlindungan anak menjadi UU Jo Pasal 76C UU RI nomor 35/2014 tentang perubahan atas UU nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Ketentuan tersebut juga sudah mengatur tentang ancaman hukuman dalam kasus kekerasan pada anak.
“Tersangka atau pelaku diancam hukuman pidana penjara minimal tiga tahun enam bulan dan maksimal 15 tahun,” tegasnya.
Namun ia berharap, kasus ini dapat diselesaikan melalui jalan diversi dengan harapan kedua belah pihak tidak keberatan dan mendapatkan keadilan
“Sementara ini terhadap pelaku kami tidak lakukan penahanan, namun ia wajib laporan. Hal ini kami lakukan karena di PPU sendiri belum memiliki rutan khusus anak,” pungkasnya.
Penulis: Teguh