src="https://news.google.com/swg/js/v1/swg-basic.js">
HEADLINEKALTIM.CO, TENGGARONG – Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menyampaikan pernyataannya untuk mengkaji kembali pemberian hukuman mati terhadap koruptor guna memberikan rasa keadilan pada masyarakat.
Pernyataan tersebut kontan mendapatkan reaksi beragam dari publik. Pengamat Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan dirinya setuju dengan pernyataan Jaksa Agung Burhanuddin.
Namun demikian, pria yang akrab disapa Castro ini berharap kualifikasi ancaman pidana mati tersebut lebih diperluas. “”Prinsipnya saya setuju kalau kualifikasi ancaman pidana mati itu diperluas. Dalam artian, bukan hanya keadaan tertentu sebagaimana disebutkan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2),” katanya pada headlinekaltim.co, Sabtu 30 Oktober 2021.
“Misalnya, soal bencana alam. Seharusnya bukan hanya dalam skala bencana nasional saja, tapi juga bisa diterapkan untuk bencana alam tingkat lokal saja,” sambungnya.
Sementara, terkait pernyataan Ketua KPK RI Firli Bahuri yang juga menyetujui pernyataan Jaksa Agung Burhanuddin, Castro menilai dukungan Ketua KPK Firli Bahuri tersebut hanyalah “lips service”.
“Dalam kesempatan menerapkan hukuman mati untuk kasus Juliandri Batubara saja, urung dilakukan. Padahal memenuhi syarat untuk menegakkan hukuman mati, sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 2 ayat (2) UU 31/1999. Karena korupsi itu dilakukan dalam keadaan bencana alam nasional,” imbuhnya.
Dalam kunjungan kerjanya di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah pada Kamis 28 Oktober 2021 lalu, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menyampaikan pernyataannya untuk mengkaji pemberian hukuman mati pada koruptor.
Ketua KPK RI Firli Bahuri pun ikut bersuara atas pernyataan tersebut. Dirinya menyampaikan dukungan diterapkannya hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi. Hal itu dinilainya sebagai upaya untuk menghentikan perilaku koruptif. Sehingga diperlukan upaya tegas dan keras dengan penindakan.
Penulis: Ningsih