Oleh: Hanifah Tarisa Budiyanti S. Ag*)
Kampus adalah insititusi yang memiliki visi misi tinggi dalam membentuk seluruh mahasiswanya menjadi calon pemimpin yang akan membangun peradaban. Pendidikan dan nilai moral tentu menjadi unsur utama dalam membentuk karakter setiap mahasiswa.
Namun sayangnya, visi misi kampus seringkali ternodai dengan kasus-kasus kerusakan moral yang menghiasi hampir di seluruh perguruan tinggi di negeri ini. Mulai dari penyimpangan seksual sampai kekerasan seksual, marak terjadi di kampus yang katanya menjunjung tinggi nilai moral dan kecerdasan intelektual dalam membangun peradaban.
Apa buktinya? Seperti kasus kekerasan seksual yang baru-baru saja terjadi di salah satu perguruan tinggi negeri di Kalimantan Timur. Mahasiswa Universitas Mulawarman berinisial AP (24), diskors dari aktivitas kuliahnya selama satu semester usai diduga melakukan pelecehan terhadap 10 mahasiswi. Aksi pelecehan yang dilakukan AP terjadi pada tahun 2023. Kampus lalu menonaktifkan status mahasiswa AP sejak akhir Desember 2023. (Bontangpost.id 28/2/2024)
Direktur LBH Samarinda Fathul Huda, mengatakan terduga pelaku menggunakan sejumlah modus dalam melakukan aksi pelecehannya. AP awalnya kerap membalas unggahan para korbannya di Instagram. 10 orang mahasiswi kemudian diduga menjadi korban pelecehan AP. Dari total korban tersebut, enam korban berani melaporkan peristiwa ini ke pihak berwenang. 4 terduga korban lainnya tidak dapat dijangkau akibat traumatik yang berat dan memilih tidak melaporkan diri. (Bontangpost.id 28/2/2024)
Sedangkan 2 terduga korban lainnya menerima kekerasan berbasis gender online (KBGO) yang berada di luar pulau Kalimantan. LBH pun memberikan tindakan pemulihan bagi setiap korban yang melapor. Pada sisi yang lain, Fathul Huda merasa heran ketika melihat lambannya penanganan kasus ini. Sebab laporan adanya aksi kekerasan seksual yang dilakukan AP sudah bergulir sejak 2 Oktober 2023 lalu. (Bontangpost.id 28/2/2024)
Mengapa Lamban?
Lambannya penanganan kasus-kasus kekerasan seksual, sesungguhnya tidak terlepas dari solusi-solusi pragmatis yang ditawarkan oleh berbagai pihak yang hanya berfokus kepada cabang masalah. Namun, tidak menyentuh akar permasalahan.
Jika kita lihat, kasus-kasus yang terjadi, disebut pelecehan atau kekerasan jika salah satu pihak atau korban tidak setuju atas perlakuan pelaku atau tidak sama-sama suka dan mau. Namun, jika keduanya sama-sama suka (consent), maka tidak dapat disebut pelecehan atau kekerasan seksual. Inilah yang menjadi akar masalah terjadinya kasus pelecehan seksual. Hubungan seksual hanya dilegalisasi dengan konsep consent yang akhirnya banyak pemuda terjebak pergaulan bebas dengan dalih keduanya sama-sama consent.
Begitupun pemerintah yang hanya mencukupkan penanganan tindak kekerasan seksual dengan membuat satgas yang notabenenya, satgas sekedar memberikan perlindungan atau pemulihan terhadap korban. Pemerintah nampak tidak berpikir akar masalah mengapa korban-korban pelecehan seksual terus berjatuhan.
Padahal jika para penguasa dan jajarannya mau berpikir dengan jernih, akar masalah dari maraknya kekerasan seksual, disebabkan karena sistem kehidupan yang menghiasi negeri ini bercorak sekuler kapitalis liberal yang memang wataknya megalisasi pergaulan bebas dan meminggirkan aturan agama dalam mengatur pergaulan.
Para pelaku kekerasan atau pelecehan seksual tersebut tentu bukan tanpa alasan dalam melakukan berbagai aksi bejatnya. Mereka pasti sering terpapar konten-konten pornografi yang memang dilegalisasi di negeri ini karna membawa keuntungan besar. Belum lagi lemahnya pengawasan negara terhadap para remaja yang bergaul bebas seperti berpacaran, bercampur-baur dalam aktivitas-aktivitas tertentu seperti konser, nongkrong tak berfaedah dan lainnya. Begitupun sistem pendidikan di negeri ini yang menjadikan pelajaran agama hanya sepekan sekali, sebatas teori dan sulit membentuk kepribadian generasi.
Alhasil, kasus-kasus kekerasan hingga penyimpangan seksual yang menyasar ke dunia pendidikan tidak akan bisa dibendung karena persoalan kekerasan seksual adalah persoalan sistemis yang berakar pada cara pandang sekuler kapitalis liberal yang dianut negara ini. Oleh karena itu perlu solusi yang juga sistemis agar bisa menyentuh akar permasalahan dan memberantas kasus-kasus kekerasan seksual yang ada.
Islam Menjaga Kehormatan Manusia
Islam memandang bahwa kasus kekerasan seksual tidak berdiri sendiri melainkan pasti ada penyebab utamanya yang akhirnya menimbulkan korban. Penyebab utama tersebut adalah sistem kehidupan hari ini yang serba bebas dan sangat menunjunjung tinggi ide HAM yang sekuler dan liberal. Oleh karena itu Islam telah menurunkan seperangkat aturan pencegahan sebelum munculnya kasus atau jatuhnya korban. Seperangkat aturan tersebut, diantaranya, Pertama, Islam menyerukan setiap individu agar bertakwa sehingga memiliki rasa takut kepada Sang Pencipta dan hari penghisaban. (Lihat QS Al-Hasyr ayat 18).
Kedua, Islam mengatur interaksi antar perempuan dan laki-laki agar tidak terjerumus kepada kemaksiatan seperi memerintahkan menutup aurat, menjaga pandangan (Lihat QS An-Nur ayat 30-31, QS Al-Ahzab ayat 33 dan 59), melarang khalwat (berdua-duaan) dan ikhtilat (campur baur tanpa kepentingan yang dibolehkan hukum syara’) serta mendorong masyarakat untuk selalu menegakkan amar makruf nahi mungkar agar tidak ada yang berani berbuat maksiat.
Ketiga, menerapkan sistem pendidikan berbasis aqidah Islam. Negara wajib menjadikan agama (Islam) sebagai pembentuk pola pikir dan pola sikap setiap generasi agar mereka memiliki standar halal dan haram dalam melakukan setiap perbuatan. Tentunya ridho Allah menjadi motivasi utama setiap generasi dalam menjalani kehidupan.
Keempat, setelah negara memastikan tegaknya pelaksanan hukum syara’ di kalangan individu, masyarakat dan dunia pendidikan, negara juga memastikan tegaknya pelaksanaan hukum syara’ di bidang yang lainnya seperti bidang politik dan ekonominya. Caranya negara memiliki kedaulatan bahwa hukum syara’ di atas segalanya sehingga negara tidak akan membiarkan konten-konten berbau pornografi beredar luas di kalangan masyarakat, menutup tempat-tempat yang menjadi cikal bakal perzinahan seperti kelab-kelab malam, lokalisasi, tempat karaoke, melarang adanya konser dan mengatur perizinan tempat-tempat penginapan agar tidak mudah ditempati oleh kawula muda yang belum menikah.
Demikianlah seperangkat aturan pencegahan dalam Islam yang aturannya benar-benar mencegah jatuhnya korban. Namun jika aturan pencegahan tersebut telah diterapkan dan kasus kekerasan seksual terlanjur terjadi, maka negara memberikan sanksi yang berefek jera dan menjerakan seperti hukum cambuk bagi yang belum menikah dan rajam bagi yang sudah menikah. (Lihat QS An-Nur ayat 2).
Sudah saatnya berbagai pihak mulai dari kalangan penguasa, tokoh intelektual, pemuda dan masyarakat memikirkan nasib generasi hari ini yang kian hari mengalami krisis jati diri. Dengan menganalisa fakta-fakta yang ada, penyebabnya dan solusi tuntasnya yaitu melanjutkan kehidupan Islam, maka kehidupan yang mulia dan terjaganya generasi dari perilaku maksiat akan terwujud. Wahai umat Islam sadarlah dan terapkan aturan Islam. Tunggu apa lagi? Kehidupan yang mulia akan menanti.
Allah Taala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Alah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan.” (TQS Al-Hasyr ayat 18). Wallahu ‘alam bis shawab.
*) Penulis adalah alumni UINSI Samarinda.